Video

Risalah Jihad

Monday, May 25, 2009 0 comments


Bismillaahirrahmaanirrahiem

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Semoga shalawat ter curahkan kepada Nabi Muhammad, penghulu para mujahidin dan imannya orang-orang yang bertaqwa, beserta keluarga, sahabat, dan semua orang yang membela syariatnya sampai akhir kemudian.

KEWAJIBAN JIHAD BAGI SETIAP MUSLIM

Allah telah mewajibkan jihad secara tegas kepada setiap muslim. Tidak ada alasan bagi orang Islam untuk meninggalkan kewajiban ini. Islam mendorong umatnya untuk berjihad dan melipatgandakan pahala orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya, apalagi yang mati syahid. Tidak ada yang menandingi dalam besarnya pahala, kecuali orang-orang yang mengikuti jejak mereka di medan jihad. Allah mengaruniakan mereka berbagai kelebihan ruhiyah dan amaliyah, baik di dunia maupun di akhirat, yang tidak diberikan kepada selain mereka . Allah menjadikan darah mereka yang suci sebagai harga bagi kemenangan dunia serta lambang kemuliaan bagi keuntungan dan kejayaan di hari akhirat.

Allah mengancam orang-orang yang tidak turut dalam jihad dengan ancaman siksa yang sangat pedih. Allah menghinakan mereka dengan berbagai gelar dan sebutan yang buruk, menganggap mereka pengecut, pemalas, lemah, dan tertinggal di belakang. Allah menjanjikan untuk mereka kehinaan di dunia. Kehinaan yang tidak dapat di hapuskan kecuali dengan berangkat ke medan jihad. Sedangkan di akhirat, Allah menyiapkan untuk mereka siksa yang pedih. Mereka tidak dapat melepaskan diri dari siksa itu meskipun menebusnya dengan emas sebesar gunung Uhud. Islam menganggap duduk-duduk, tidak mengikuti jihad, dan lari meninggalkan medan perang sebagai salah satu dosa besar, bahkan termasuk salah satu di antara tujuh hal yang membinasakan amal.

Anda tidak akan menemukan satu pun sistem nilai-baik yang kuno maupun yang baru, bersumber dari agama maupun pikiran manusia-yang lebih baik dari pada sistem Islam dalam membahas masalah jihad, militer, pengerahan massa, dimana mengumpulkannya dalam satu shaf (barisan) untuk mempertahankan kebenaran dengan segala kekuatannya.

Sangat banyak ayat Al-Qur’an dan sunah Rasul saw. yang membicarakan seputar urusan yang mulia ini. Dalil-dalil itu menyeru setiap muslim dengan metode dan tutur kata yang fasih kepada jihad, perang, militerisme, memperkuat sarana pertahanan, pertempuran dengan semua jenisnya: darat, laut, dan lain-lain, dalam semua situasi dan kondisi.

Kepada Anda saya akan sebutkan beberapa cuplikan seperti di atas semata-mata sebagai contoh, bukan untuk dijadikan batasan. Saya tidak akan memberikan penjelasan maupun komentar terhadap hadits tersebut secara panjang lebar. Meskipun kata-katanya singkat, namun mempunyai pengertian yang padat dan jelas, syarat dengan potensi ruhiyah. Semua ini akan sangat berguna bagi Anda, insya Allah.

BEBERAPA AYAT AL-QUR’AN TENTANG JIHAD

1. “Telah diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Dan bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal sesuatu itu baik bagimu. Dan bisa jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal sesuatu itu buruk bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui.” (Al-Baqarah: 216)

“kutiba” artinya “furidha” (diwajibkan), sebagaimana tersebut dalam firman Allah pada saat yang sama dan menggunakan susunan kalimat yang sama pula.

2. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang, ‘kalau mereka tetap bersama kita, tentu mereka tidak akan mati dan tidak akan dibunuh.’ Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat dalam hati mereka. Allah menghidupkan dan mematikan. Dan Allah melihat apa yang kamu kerjakan. Dan sungguh kalau kamu gugur dijalan Allah atau meninggal, tentulah ampunan Allah dan rahmat-Nya lebih baik bagimu dari harta rampasan yang mereka kumpulkan. Dan sungguh jika kamu meninggal atau gugur, tentulah kepada Allah kamu semua dikumpulkan.” (Ali Imran: 156-157)

“Dharabu fil ardhi” artinya: keluar untuk berjihad. “Ghuzzan” artinya: bertempur.

Perhatikan keterkaitan antara ampunan dan rahmat Allah terhadap kematian di jalan Allah pada ayat 157. Ampunan dan rahmat itu tidak terdapat pada ayat berikutnya, sebab bukan berkaitan dengan gugur dan mati di jalan Allah.
Pada ayat tersebut juga terkandung maksud bahwa kepengecutan adalah sifat orang kafir, bukan sifat orang beriman.

3. “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezki. Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan kepada mereka dan mereka bergembira hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang mereka yang belum menyusul, bahwa tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati .” (Ali Imran: 169-170)

Selanjutnya bacalah pula sampai ayat 175.

4. “Karena itu, hendaklah orang-orang yang menukar kehidupan dunia dengan akhirat berperang di jalan Allah. Barangsiapa yang berperang dijalan Allah, lalu gugur dan memperoleh kemenangan, maka kelak akan kami berikan kepadanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 78)

Selengkapnya Anda dapat membaca surat ini mulai ayat 71 sampai ayat 78.

Bacalah ayat-ayat tersebut agar Anda tahu betapa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk selalu waspada, berperang bersama tentara Allah, berkelompok atau sendiri-sendiri, sesuai dengan tuntutan situasi. Allah mencela orang-orang yang duduk-duduk dan tidak mau berperang, pengecut, terlambat, atau orang-orang yang hanya memanfaatkan situasi demi mengeruk keuntungan untuk dirinya sendiri. Allah mengetuk hati nurani orang-orang yang beriman untuk melindungi orang-orang yang lemah dan menolong orang-orang yang tertindas. Allah merangkai antara pedang dengan shalat dan shiyam, serta menerangkan bahwa perang tidak berbeda dengan keduanya dalam rukun Islam. Allah meyakinkan orang-orang yang masih ragu dan mendorong mereka untuk terjun ke dalam kancah peperangan dan arena maut dengan lapang dada dan keberanian yang menggelora dalam hati. Allah menjelaskan kepada mereka bahwa kematian akan terus mengintai mereka. Allah jelaskan kepada mereka bahwa jika mereka mati dalam keadaan berjihad di jalan-Nya, maka mereka akan mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan Allah tidak akan menyia-nyiakan infak dan pengorbanan mereka.

5. Surat Al-Anfal secara keseluruhannya merupakan anjuran untuk berperang dan perintah untuk tabah menghadapinya. Demikian pula terhadap penjelasan tentang berbagai hukum yang berkaitan dengan peperangan. Oleh karena itu, orang-orang mukmin generasi awal menjadikan surat Al-Anfal menjadi senandung yang selalu dilantunkan di tengah berkecamuknya peperangan. Cukuplah bagi Anda firman Allah, “Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang. Dengan begitu, kamu menggetarkan musuh Allah dan musuh kamu.” (Al-Anfal: 60) Sampai pada firman-Nya, “Hai nabi, kobarkanlah semangat orang-orang mukmin itu untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antara kamu, niscaya mereka dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antara kamu, mereka dapat mengalahkan seribu dari orang kafir, sebab orang-prang kafir itu tidak mengerti.” (Al-Anfal: 65)

6. Surat At-Taubah secara keseluruhannya merupakan anjuran perang dan penjelasan mengenai hukum-hukumnya. Cukuplah bagi Anda dengan firman yang menjelaskan tentang perang terhadap orang-orang musyrik yang berkhianat. “Perangilah mereka, niscaya Allah menyiksa mereka dengan tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman. Dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya Allah Maha Mengetahui lagi Maha bijaksana.” (At-Taubah: 14-15)

Firman Allah tentang perang terhadap orang-orang ahli kitab, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian serta tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar, yaitu orang yang telah diberi Al-kitab, sampai mereka mau membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (At-Taubah: 29)

Selanjutnya Allah menyerukan serangan umum pada ayat-ayat berikutnya, “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan atau merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (At-Taubah: 41)

Kemudian Allah menjelaskan buruknya sikap orang –orang pengecut yang tidak berjihad di jalan Allah serta tidak mendapatkan kemuliaan berjihad di jalannya untuk selama-lamanya. “Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut berperang) merasa gembira dengan tinggalnya mereka di belakang Rasulullah, dan mereka tidak suka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah dan berkata, ‘Janganlah kamu berangkat berperang dalam panas terik ini’. Katakanlah, ‘Api neraka jahanam lebih panas’. kalau saja mereka mengetahui. Maka hendaklah mereka sendiri tertawa dan banyak menangis, sebagai balasan dari apa yang selalu mereka kerjakan. Maka jika Allah mengembalikanmu pada satu golongan dari mereka, kemudian mereka minta ijin kepadamu untuk pergi berperang, maka katakanlah, ‘kamu tidak boleh keluar bersamaku selamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak berperang pada kala yang pertama karena itu, duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang”. (At-Taubah: 81-83)

Kemudian Allah menjelaskan sikap para mujahid di bawah kepemimpinan Rasulullah saw. Dan penjelasan bahwa ini semua adalah tugas suci dan jalan para sahabatnya, melalui firman-Nya, “Akan tetapi, Rasulullah saw dan orang-orang mukmin yang berjihad bersama beliau dengan harta dan jiwa mereka kebaikan dan merekalah orang-orang yang beruntung. Allah menyediakan untuk mereka surga yang di bawahnya terdapat sungai-sungai yang mengalir, mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 88-89)

Kemudian “jual beli” secara tuntas, yang tidak mentolerir lagi alasan dari orang-orang yang suka memberi alasan,
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain dari pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 111)

7. Surat qital (peperangan), dan bayangkan bagaimana sebuah surat di dalam Al-Qur’an-seluruhnya-dinamakan surat qital. Sebagaimana mereka berkata bahwa pondasi jiwa ketentaraan adalah dua hal: peraturan dan ketaatan. Allah swt telah menghimpun pondasi ini dalam dua ayat, tentang “ketaatan” tertuang dalam ayat berikut.

“Dan orang-orang yang beriman berkata, ‘Mengapa tidak diturunkan suatu surat?’ Maka jika diturunkan surat-surat yang jelas maksudnya dan disebutkan di dalamnya (perintah) perang, kamu lihat orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya memandang kepadamu seperti pandangan orang-orang yang pingsan karena takut mati, dan kecelakaanlah bagi mereka. Taat dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukai). Tetapi jika saja mereka benar (imannya) kepada Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (Muhammad: 20-21)

Adapun tentang “peraturan”, Allah swt. Berfirman dalam surat Ash-Shaf, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaf: 4)

8. surat Al-Fath (kemenangan), yang terdapat padanya kisah peperangan Rasulullah saw. Ayat ini juga menunjukkan salah satu sikap tegar dalam jihad di bawah pohon yang diberkati, pohon di mana baiat maut (ikrar kematian) diberikan oleh para sahabat. Dengan itulah lahir ketenangan sekaligus kemenangan. Yang demikian itu tersebut dalam ayat berikut, “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya), serta harta rampasan yang banyak yang dapat mereka ambil. Dan adalah Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (Al-Fath: 18-19)

Inilah wahai saudaraku, beberapa hal yang bisa dituturkan dalam kaitan dengan jihad; penjelasan tentang keutamaannya, ajakan kepadanya, dan kabar gembira bagi pelakunya dengan semacam itu, maka renungkanlah, niscaya engkau akan tercengang betapa orang-orang muslim saat ini begitu mengabaikan pahala agung yang dijanjikan Allah ini.

Berikut nukilan beberapa hadits tentang hal ini:

BEBERAPA HADITS NABI TENTANG JIHAD
1. Dari Abu Hurairah ra, berkata saya mendengar Rasulullah saw bersabda, “Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya. Kalau bukan karena beberapa orang dari kalangan mukmin, yang jelek mentalnya dan tidak ikut berjihad bersamaku lalu aku tidak mendapati cara untuk mendorongnya, niscaya aku tidak ketinggalan dari satu pun peperangan di jalan Allah. Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya, saya sungguh ingin terbunuh di jalan Allah kemudian hidup lagi, kemudian terbunuh dan hidup lagi, kemudian terbunuh dan hidup lagi, kemudian terbunuh.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Demi zat yang diriku ada di tangan-Nya, tidaklah seseorang terluka di jalan Allah-Allah Mahatahu siapa yang pantas terluka di jalan Allah-kecuali ia datang pada hari kiamat; warna (luka)nya warna merah darah, tetapi baunya aroma misik.”

3. Dari Anas ra. Berkata, “Pamanku Anas bin Nadhar tidak hadir di perang Badar, lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya absent di pertempuran pertama yang memerangi orang-orang musyrik. Sungguh jika Allah berkenan mensyahidkanku tatkala memerangi orang-orang musyrik, niscaya Allah menyaksikan apa yang aku perbuat.” Tatkala perang Uhud terjadi dan kaum muslimin dihantui kekalahan, ia berkata, “Ya Allah, kamu minta maaf tidak bisa berbuat sebagaimana mereka (sahabat-sahabat yang lain) dan saya lepas diri dari apa yang mereka perbuat (kalangan musyrikin).” Seketika itu majulah ia lalu ditemui oleh Sa’ad bin Mu’adz. Anas berkata, ‘Wahai Sa’ad, aku ingin surga dan Tuhannya Nadzar. Aku sungguh mencium baunya di balik gunung Uhud.” Sa’ad berkata ( kepada Rasulullah), ‘Wahai Rasulullah, saya tidak bisa berbuat sebagaimana yang ia lakukan’ Berkata Anas bin Malik, ‘Kami dapatkan pada tubuhnya (Anas bin Nadhar) delapan puluh sekian luka bekas pukulan pedang, atau lemparan tombak, atau tusukan anak panah. Kami dapatkan ia terbunuh dan di cincang oleh orang-orang musyrik. Tidak satu pun orang yang mengenalinya kecuali saudara perempuannya melalui ujung jarinya.’ Berkata Anas, ‘Kami melihat, atau mengira, bahwa ayat ini turun berkaitan dengannya, atau orang-orang yang semisalnya (yakni ayat), “Sebagian dari orang-orang mukmin ada orang-orang yang membuktikan apa-apa yang mereka janjikan kepada Allah…” (HR. Bukhari)

4. Dari Ummu Haritsah binti Suraqah, ia datang kepada Nabi saw. Dan berkata, “Wahai Nabi Allah, tidakkah engkau bercerita kepadaku tentang Haritsah (anaknya yang meninggal karena terkena anak panah nyasar sebelum perang Badar)? Jika ia di surga, saya bersabar. Namun jika tidak demikian, saya akan meratapinya dengan tangisan ku.” Nabi saw. Menjawab, “Wahai Ummu Haritsah, ada banyak taman di surga. Anakmu memperoleh taman Firdaus yang tertinggi.” (HR. Bukhari)

Lihatlah saudaraku, bagaimana surga telah membuat seseorang lupa akan rasa sedih dan lara, serta menggantikannya dengan kesabaran.

5. Dari Abdullah bin Abu Aufa ra., sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Ketahuilah bahwa surga itu berada di bawah kilatan pedang.” (HR. Bukhari-Muslim dan Abu Dawud)

6. Dari Zaid bin Khalid Al-Jahniy ra., sesungguhnya Rasulullah saw . bersabda, “Barangsiapa menyiapkan kendaraan perang di jalan Allah berarti ia telah ikut berperang, dan barangsiapa meninggalkan perang tetapi menggantinya dengan kebaikan berarti ia pun telah ikut berperang” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Tirmidzi) kata-kata “ikut berperang” maksudnya: mendapatkan pahala perang.

7. Dari Abu Hurairah ra. Berkata, bersabda Rasulullah saw, “Barangsiapa mengkarantina kuda perang untuk jihad di jalan Allah, maka kenyang dan kotorannya (maksudnya segala upaya untuk mengencangkannya dan tenaga untuk membersihkan kotorannya, pent) akan diimbangi oleh Allah pada hari kiamat.” (HR. Bukhari)

8. Dari Abu Hurairah ra., ditanyakan, wahai Rasulullah, amal apa yang menyamai pahala jihad di jalan Allah?” Beliau menjawab, “Kalian tidak mampu melakukannya.” Maka diulangi lah pertanyaan itu dua kali atau tiga kali. Setiap pertanyaan itu dijawabnya, “Kalian tidak mampu melakukannya.” Kemudian berkata, “Mujahid di jalan Allah itu seumpama orang yang berpuasa, yang mengerjakan shalat, dan yang membaca Qur’an, dimana ia tidak berhenti dari puasa dan shalatnya, sehingga sang mujahid pulang dari medan pertempuran.” (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’I, Ibnu Majjah, dan Tirmidzi)

9. Dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, bersabda Rasulullah saw., “Tidak maukah kalian aku beritahu sebaik-baik dan sejelek-jelek orang? Sesungguhnya, sebaik-baik orang adalah seorang yang bekerja di jalan Allah dengan naik kuda, unta, atau berjalan kaki hingga maut menjemputnya. Adapun sejelek-jelek orang adalah orang-orang yang membaca Kitabullah tanpa menyerap nya sedikit pun.” (HR. Nasa’i)

10. Dari Ibnu Abbas ra. berkata, Saya mendengar Rasulullah saw. Bersabda, “Dua mata tidak disentuh api neraka; mata yang menangis karena takut kepada Allah dan mata yang terjaga di jalan Allah.” (HR. Tirmidzi)

11. Dari Abu Umairah ra. berkata, bersabda Rasulullah saw., “Terbunuh di jalan Allah itu lebih aku sukai daripada aku memiliki (kerabat) orang-orang kota dan orang-orang desa.” (HR. Nasa’i)

12. Dari Rasyid bin Sa’ad ra. Dari salah seorang sahabat bahwa seseorang berkata, “Wahai Rasulullah, kenapa orang-orang mukmin mendapat ujian di kuburnya kecuali orang yang mati syahid?” Rasulullah saw. Bersabda, “Cukuplah kilatan pedang yang melintas di atas kepalanya sebagai ujian.” (HR. Nasa’i)

13. Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Seseorang yang syahid itu tidak menyentuh kematian kecuali seperti salah seorang dari kalian terkena gigitan (binatang kecil, pent).” (HR. Tirmidzi, Nasa’i, dan Darami. Tirmidzi berkata bahwa itu hadits hasan gharib) ini keistimewaan lain dari seorang yang mati syahid.

14. Dari Ibnu Mas’ud ra. Berkata, bersabda Rasulullah saw., “Tuhan kita takjub kepada seseorang yang berperang di jalan Allah lalu pasukannya kalah. Ia pun memahami apa yang telah menimpanya, maka kembalilah ia ke medan perang sehingga darahnya menetes. Allah swt. Berfirman kepada malaikat, ‘Lihatlah hamba-Ku. Ia kembali ke medan karena menginginkan apa (pahala) yang ada pada-Ku dan takut atas apa (murka) yang ada pada-Ku, sampai menetes lah darahnya. Aku bersumpah di hadapan kalian bahwa Aku telah mengampuninya.” (HR. Abu Daud)

15. Dari Abdul Khair bin Tsabit bin Qais bin Syammas, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata, “Seorang wanita bernama Ummu Khallad, dalam keadaan bercadar, datang kepada Rasulullah saw. Dan bertanya tentang anaknya yang terbunuh di jalan Allah. Berkatalah para sahabat kepadanya, ‘Engkau datang untuk bertanya tentang anakmu, tetapi engkau menutup mukamu.’ Ia menyahut, ‘Kalaupun anakku hilang, rasa maluku tidaklah hilang.’ Rasulullah saw. Bersabda kepadanya, ‘Sungguh, anakmu mendapatkan pahala dua orang yang mati syahid.’ Ia bertanya, ‘Mengapa?’ Rasulullah menjawab, ‘karena ia terbunuh oleh Ahli kitab.’ (HR. Abu Daud)

Hadits ini menunjukkan keharusan memerangi Ahli Kitab. Dan Allah swt. melipatgandakan pahala orang yang berperang melawan mereka. Jihad disyariatkan bukan untuk memerangi orang musyrik saja, tetapi juga setiap orang yang tidak memeluk Islam.

16. Dari Sahl bin Hunaif ra., Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa meminta kepada Allah syahadah (mati syahid) dengan hati yang tulus, maka Allah akan menyampaikannya di kedudukan para syuhada’, meskipun ia mati di tempat tidurnya.” (HR. Abi Dawud, Tirmidzi, Nasa’i, dan Ibnu Majah)

17. Dari Khuraim bin Fatik berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa membelanjakan infaqnya di jalan Allah maka akan dicatat baginya tujuh ratus kali lipat.” (HR. At-Tarmidzi dan ia menghasankannya, hadits yang sama juga diriwayatkan oleh An-Nasa’i)

18. Dari Abu Hurairah ra. berkata, “Salah seorang sahabat Rasul Allah melewati suatu lembah, yang di dalamnya terdapat oase kecil yang bening sekali air nya. Oase itu sempat menjadikan dia kagum, kemudian berkata, ‘Oh, seandainya aku memisahkan diri dari manusia dan bertempat tinggal di tempat ini.” Orang tadi memberitahukan hal tersebut kepada Rasulullah saw., beliau pun bersabda, “Jangan lakukan itu, sesungguhnya maqam salah seorang kamu fisabilillah (berjihad, pent.) itu lebih utama daripada shalat di rumahnya tujuh puluh tahun. Tidakkah kalian ingin agar Allah mengampuni kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga? Berperanglah fi sabilillah. Barangsiapa berperang fi sabilillah di atas untanya, wajib baginya surga.” (HR. Tirmidzi)

19. Dari Miqdam bin Ma’dikarib berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Seorang syahid di sisi Allah mendapatkan enam keistimewaan Allah mengampuni dosanya sejak awal perjalanan jihadnya, diperlihatkan tempat tinggalnya di surga, dipelihara dari siksa neraka, diberi rasa aman dari goncangan terbesar (hari kiamat), ditaruh di atas kepalanya sebuah mahkota mutu manikam, di sana ia lebih baik daripada dunia seisinya, dinikahkan dengan tujuh puluh dua bidadari surga, dan bisa memberi syafaat kepada tujuh puluh anggota keluarganya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

20. Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa bertemu Allah (di hari kiamat nanti) tanpa ada bekas sedikit pun dari jihad maka ia bertemu Allah sementara dalam dirinya ada keretakan.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

21. Dari Anas ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa memohon syahadah dengan jujur, maka akan dianugerahkan (syahadah itu).” (HR. Muslim)

22. Dari Utsman bin Affan, Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa melakukan ribath fi sabilillah (berjaga di medan jihad) satu malam, maka (nilainya) seperti seribu malam dari puasa dan shalatnya.” (HR. Ibnu Majah)
23. Dari Abi Darda’ ra. bahwasanya Rasulullah saw. bersabda, “Satu kali peperangan di laut itu seperti sepuluh kali peperangan di darat. Dan orang yang bergumul di laut (dalam rangka jihad) adalah seperti orang yang berlumuran darahnya fi sabilillah.” (HR. Ibnu Majah)

Yang dimaksud bergumul di laut pada hadits ini ialah orang yang diguncang dan diombang-ambing kan kapal (dalam rangka jihad). Ini merupakan isyarat tentang keutamaan perang di laut dan mengkonsentrasikan umat akan wajibnya menjaga batas-batas territorial dan memperkuat angkatan laut. Hal itu bisa juga dianalogikan dengan udara maka Allah akan melipatgandakan pahala bagi para pejuang di udara.

24. Dari Jabir bin ‘Abdillah berkata, “Ketika Abdullah bin Amru bin Hizam terbunuh dalam perang Uhud, Rasulullah bersabda, ‘Wahai Jabir, maukah kamu saya beri tahu tentang apa yang difirmankan Allah kepada ayahmu?’ saya (Jabir) menjawab, ‘ya.’ Rasulullah saw. Bersabda, ‘Tidaklah Allah itu berfirman kepada seseorang kecuali dari balik hijab, sementara Dia berfirman kepada ayah Anda dalam keadaan (ayah Anda) berjihad. Maka Allah berfirman, ‘Wahai hamba-Ku berharaplah kepada-Ku, niscaya akan Aku beri.’ Ia (hamba tadi) berkata, ‘Wahai Rabb-ku, hidupkanlah aku, kemudian aku terbunuh dijalan-Mu untuk kedua kalinya.” Dia berfirman, ‘Sesungguhnya telah terlanjur bahwa mereka tidak akan dapat dikembalikan (ke dunia lagi).’ Ia (hamba tadi) berkata, ‘Wahai Rabbku, beritahukanlah kepada orang-orang setelahku.’ Maka Allah menurunkan ayat berikut, ‘Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahwa mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapatkan rezki (Ali Imran: 169).” (HR. Ibnu Majah)

25. Dari Anas, dari ayahnya ra., dari Nabi Muhammad Saw. bahwa beliau bersabda, “Aku mengantarkan seorang mujahid fi sabilillah, maka aku persiapkan kuda tunggangannya di waktu pagi maupun sore, itu lebih baik bagiku daripada dunia seisinya.” (HR. Ibnu Majah) mempersiapkan di sini adalah membantu menyiapkan.

26. Dari Abi Hurairah ra. berkata, Rasulullah bersabda, “Duta Allah itu tiga. Pejuang, haji, dan orang yang berumrah.” (HR. Muslim)

27. Dari Abu Darda berkata, Rasulullah bersabda, “Seorang syahid itu bisa memberi syafa’at kepada tujuh puluh anggota keluarganya.”

28. Dari Abdullah bin Umar ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Jika kalian berjual beli dengan nasi’ah (riba nasi’ah, pent), mengikuti ekor sapi (diperbudak harta benda), sibuk dengan bercocok tanam, dan meninggalkan jihad, maka Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian, yang kehinaan itu tidak akan tercabut dari diri kalian kecuali jika kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dan dinisbahkan Al-Hakim)

29. Dari Abu Hurairrah ra. Berkata, “Rasulullah bersama para sahabatnya bertolak ke Badar, sehingga mendahului orang-orang musyrik. Setelah itu datanglah orang-orang musyrik. Maka Rasulullah bersabda (kepada tentara kaum muslim), ‘Bangkutlah kalian menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi.’ Umair bin al-Hammam berkata, ‘Apa yang menyebabkan kamu berkata ‘bukh… bukh…’?’ Umair menjawab, ‘Bukan ya Rasulullah, aku hanya ingin menjadi orang yang termasuk di dalamnya.’ Rasulullah bersabda, ‘kau termasuk di dalamnya.’ Perawi (Abu Hurairah) berkata, ‘Kemudian dia mengeluarkan korma dari tangkainya seraya memakannya, kemudian berkata, ‘Seandainya saya hidup dengan memakan korma ini, maka itu adalah kehidupan yang panjang.’ Maka ia lemparkan kurma yang ada di sisinya, kemudian berperang, sampai akhirnya terbunuh.” (HR. Muslim)

30. Dari Abu Imran berkata, “Kami berada di kota Romawi. Kaum muslimin pun keluar menghadapi mereka dengan jumlah yang sebanding, bahkan lebih banyak. Penduduk Mesir dikomandani oleh Uqbah bin Amir, sementara jamaah (dari Anshar) dipimpin oleh Fudhalah bin Ubaid. Tiba-tiba salah seorang dari tentara kaum muslimin masuk menerobos barisan tentara Romawi, sampai berada di tengah-tengah mereka. Kaum muslimin yang lain berteriak seraya mengatakan, ‘Ia telah menjatuhkan dirinya ke dalam binasaan.’ Saat itulah Abu Ayyub Al-Anshari bangkit seraya berkata, ‘Wahai sekalian manusia, demikianlah kalian menta’wilkan ayat tadi. Sesungguhnya ayat itu turun kepada kami orang-orang Anshar di saat Allah memenangkan Al-Islam dan memperbanyak pengikutnya.’ Saat itu sebagian dari kami berbisik kepada sebagian yang lain tanpa sepengetahuan Rasul Allah, ‘Sesungguhnya harta-harta kita telah musnah dan Allah telah memenangkan Islam ini serta memperbanyak pengikutnya. Alangkah seandainya kita urus lagi harta-harta kita dan mengembalikan yang telah musnah.’ Maka Allah menurunkan ayat kepada Nabi-Nya untuk membantah uneg-uneg kami tersebut, ‘Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan…’ (Al-Baqarah: 195) Maka yang dimaksud kebinasaan adalah mengurus dan memperbaiki kondisi ekonomi, sementara meninggalkan jihad.” Demikianlah Abu Ayyub terus-menerus berjihad sampai akhirnya wafat dan dimakamkan di negeri Romawi.” (HR. Tirmidzi)

Lihatlah wahai saudaraku, ketika Abu Ayyub mengucapkan hal ini, beliau telah memasuki usia senja, telah melewati masa muda. Namun kendati demikian, ruh, dan keimanannya pantas dijadikan teladan bagi sebuah masa muda yang kuat dengan dukungan Allah dan kemuliaan Al-Islam.

31. Dari Abu Hurairah ra., dari Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Barangsiapa mati (dalam keadaan) belum pernah berperang dan tidak terbesit dalam benaknya keinginan berperang, maka ia mati dalam keadaan munafik.” (HR. Muslim dan Abu Daud. Hadits-hadits yang se makna dengan hadits ini banyak jumlahnya)

Hadits-hadits tentang hal itu dan yang sejenisnya, dan juga hadits tentang keutamaan perang di laut daripada di darat, perang terhadap Ahli Kitab, demikian pula hadits-hadits tentang rincian hukum perang, sungguh jauh lebih banyak daripada hanya sekadar dituliskan dalam berjilid-jilid buku. Kami tunjukkan kepada Anda sebuah kitab, yakni Al ‘Ibrah fi ma Warada ‘anillahi wa Rasulihi fi Ghazwi wa; Jihad wal Hijrah, oleh As-Sayyid Hasan Shadiq Khan, sebuah buku yang memang khusus membahas masalah ini; juga kitab Masyari’ Al-Asywaq ilaa Mashari’ Al-Isyaq wa Mutsirul Gharam ila Darisallam. Dan juga di semua kitab hadits pada bab “Al-Jihad”, kita bisa melihat lebih banyak lagi.

HUKUM JIHAD MENURUT PARA AHLI FIQIH

Telah kami sebutkan beberapa ayat dan hadits tentang keutamaan jihad. Kini saya ingin nukil kan untuk sebagian dari apa yang dikatakan oleh para ahli fiqih dari ulama mazhab hingga ulama kontemporer, tentang hukum jihad dan kewajiban mempersiapkannya. Semua ini dimaksudkan agar engkau tahu sejauh mana umat Islam telah menyia-nyiakan hukum agamanya tentang jihad yang telah disepakati oleh seluruh kaum muslimin di setiap masa. Simaklah yang berikut ini.

1. Penulis buku Majm’ul Anhar fi Syarhi Multaqal Abrar menetepkan hukum-hukum jihad dalam Mazhab Hanafi seraya berkata, “Jihad-dalam pengertian secara bahasa- adalah pengerahan segenap potensi dengan ucapan dan tindakan. Sedangkan menurut syariat, ia berarti memerangi orang kafir dan sebangsanya, dengan memukulnya, merampas hartanya, menghancurkan tempat ibadahnya, dan memusnahkan berhala-berhala nya. Itu dikehendaki sebagai usaha untuk mengokohkan agama dengan memerangi ahlil harb dan ahluzh zhimmah jika mereka membatalkan janji, dan memerangi kaum murtad yang merupakan se kotor-kotor orang kafir, untuk memutuskan setelah menetapkan. di samping itu, juga memerangi orang-orang yang durjana. “Memulai dari kita” adalah fardhu kifayah. Artinya, wajib bagi kita untuk memulai dalam memerangi mereka setelah sampainya dakwah meskipun dalam memerangi mereka setelah sampainya dakwah meskipun mereka tidak memerangi kita. Imam wajib mengirimkan pasukan ke darul harb setiap tahun sekali (atau dua kali) dan masyarakat wajib membantunya. Jika sebagian dari mereka telah menunaikannya, maka sebagian yang lain gugur kewajibannya. Jika dengan sebagian tersebut ternyata belum mencukupi, maka wajib bagi sebagian yang terdekat dan terdekat berikutnya. Jika tidak mungkin mencukupi kecuali dengan seluruh masyarakat, maka ketika itu ia menjadi fardhu ‘ain sebagaimana shalat. Adapun tentang hukum fardhu nya, Allah swt. berfirman,. “Maka perangilah orang-orang musyrik.” Juga sabda Rasulullah saw., “Jihad itu hukumnya tetap hingga hari kiamat.” Karenanya, jika semua meninggalkannya, semua berdosa. Hingga sabdanya, “Maka apabila musuh dapat menaklukkan salah satu negeri Islam, atau sebagian dari wilayahnya, jadilah ia fardu’ain, kecuali untuk wanita dan budak tanpa izin suami dan majikan. Juga perkecualian untuk anak sampai ia diizinkan oleh orang tuanya dan orang berutang sampai mendapatkan izin dari penghutangnya.”

Dalam buku Al-Bahr disebutkan, “Seorang wanita muslimah yang tertawan di timur wajib bagi masyarakatnya yang di barat untuk melepaskannya, selama ia tidak berada di benteng musuh.”

2. Berkata pengarang buku Bulghatus Salik Liaqrabil Masalik fi Mazhabil Imam Malik, “Jihad di jalan Allah demi meninggikan kalimah-Nya setiap tahun adalah fardhu kifayah; jika sebagian sudah menunaikan, maka sebagian yang lain gugur kewajibannya. Ia menjadi fardu ‘ain (sebagaimana wajibnya shalat dan puasa) dengan penetapan dari Imam dan serangan musuh di tengah kaum. Ia ditetapkan (wajibnya) untuk kaum tersebut dan kemudian kepada masyarakat yang terdekat jika tidak mampu menghadapi. Pada kondisi ini ditetapkan pula untuk wanita dan budak meskipun tidak diizinkan oleh suami dan majikan, juga ditetapkan atas pemilik utang meski dihalang oleh penghutangnya. Ia ditetapkan juga karena nazar. Orang tua hanya boleh menghalangi anaknya dalam fardhu kifayah. Pembebasan tawanan muslim dari tangan ahlul harb, jika ia tidak memiliki harta sebagai tebusannya, adalah fardhu kifayah, meskipun-sebagai penebusnya-harus menghabiskan harta seluruh kaum muslimin.”

3. Dalam matan Al-Manhaj oleh imam Nawawi Asy-syafi’i disebutkan, “Jihad pada masa Rasulullah saw. Adalah fardhu kifayah, dikatakan juga fardhu ‘ain. Adapun masa setelahnya, untuk orang-orang kafir, ada dua keadaan:
Pertama, jika mereka berada di negerinya sendiri, jihad hukumnya fardhu kifayah, jika sudah ada dari kaum muslimin yang menunaikan dan mencukupinya, gugurlah kewajiban ini dari yang lain.

Kedua, jika mereka masuk ke negeri kira, maka kewajiban bagi warga Negaranya yang mampu untuk mempertahankannya. Jika kondisi mengharuskan adanya peperangan, wajib bagi yang mampu untuk melakukannya, meskipun mereka kaum fakir miskin, anak, dan penghutang, tanpa meminta izin kepada siapa pun.

4. Dalam buku Al-Mughniy karangan Ibnu Qudamah Al-Hambali disebutkan, “Jihad adalah fardhu kifayah; jika sebagian telah melakukannya maka gugurlah kewajiban bagi yang lain. Dan ditetapkan keputusan selanjutnya dalam tiga keadaan:

Pertama, jika kedua pasukan telah berhadap-hadapan maka garam bagi orang yang hadir ditempat itu untuk lari. Wajib baginya berperang.

Kedua, jika orang-orang kafir masuk dalam suatu negeri, maka diwajibkan kepada warganya untuk mempertahankan dan memeranginya.

Ketiga, jika imam meminta masyarakat untuk maju berperang, maka wajib bagi mereka untuk memenuhi panggilan ini bersamanya. Jihad dilakukan minimal setahun sekali.

Abu Abdullah, yakni Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Saya tidak mengetahui suatu amal yang lebih utama-setelah ibadah-ibadah wajib-kecuali jihad, dan perang di laut itu lebih utama daripada perang di darat.”

Berkata Anas bin Malik ra., “Suatu saat Rasulullah saw. Tertidur lalu bangun dan tertawa. Berkata Ummu Haram, ‘Apa yang membuat engkau tertawa wahai Rasulullah?’ Rasulullah saw. Menjawab, ‘Sekelompok umatku memperlihatkan kepadaku tatkala jihad di jalan Allah. Mereka menaiki kapal laut sebagaimana raja-raja di atas singgasana.’” (Muttafaq ‘alaihi) Di penghujung hadits ini Ummu Haram meminta kepada Nabi saw. Agar mendoakan kepada Allah supaya dirinya termasuk dalam rombongan itu. Rasulullah saw. Pun mendoakannya. Pada saat pembebasan kota Cyprus, Ummu Haram ikut di armada laut kaum muslimin. Beliau meninggal dan dimakamkan di sana. Di sana kini ada sebuah masjid dan makam yang dinisbatkan kepadanya (Ummu Haram ra.).

5. Berkata Ibnu Hazm Asz-Dzahiri dalam Al-Muhalla-nya, “Jihad adalah fardhu bagi kaum muslimin. Jika sudah ada sekelompok orang yang memerangi orang di negerinya dan melindungi pertahanan kaum muslimin darinya maka gugurlah kewajiban bagi sebagian yang lain. Jika tidak fardhu tentu Allah saw. tidak berfirman, “Pergilah berperang, baik dalam keadaan ringan maupun berat dan berperanglah dengan harta dan jiwa kalian.” Atau kecuali musuh telah merusak dalam wilayah kaum muslimin maka saat itu setiap orang yang mampu wajib membantu perjuangan, baik diizinkan oleh orang tua maupun tidak. Tentu saja ada perkecualian, jika dengan kepergiannya itu kedua orang tua atau salah satunya menjadi terlantar. Ia tidak boleh meninggalkan orang tuanya dalam keadaan terlantar.

6. Berkata Syaukani dalam buku Sailul Jarar, “Dalil-dalil tentang wajibnya jihad dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul sangatlah banyak jika dituliskan di sini. Namun ia tidaklah fardhu kecuali kifayah; jika sudah ada sebagian yang menunaikan maka yang lain telah gugur kewajibannya. Adapun sebelum ada yang menunaikan, ia fardhu ‘ain bagi setiap mukallaf. Demikian juga wajib hukumnya bagi orang yang diminta berangkat jihad oleh imam, ia berangkat, dan ia mendapatkan ketetapan hukum wajib dengannya.

Demikianlah, engkau kini mengerti bagaimana bahwa seluruh ahlul ‘ilmi; bagi para mujahid maupun muqallid-nya, baik ulama salaf maupun khalaf nya, sepakat bahwa jihad adalah fardhu kifayah bagi umat Islam untuk menyebarkan dakwah, dan fardhu ‘ain untuk mempertahankan serangan kaum kuffar. Umat Islam kini, sebagaimana kita tahu, dalam keadaan terhina di hadapan kaum kuffar dan menjadi objek hukum mereka. Tanah air mereka telah diinjak-injak, kehormatan mereka telah dinodai, urusan mereka diatur oleh undang-undang musuh, dan syiar-syiar agama mereka pun terlantar di negeri mereka sendiri. Keadaan serupa ini masih ditambah dengan lemahnya kemampuan mereka menyebarkan dakwahnya. Dengan adanya kenyataan ini, maka wajiblah bagi setiap muslim (dengan wajib ‘ain) untuk mempersiapkan diri dan mengokohkan niat dalam rangka menghadapi jihad sampai datangnya kesempatan untuk itu, kemudian Allah akan menentukan keputusan-Nya untuk kita.

Sebagai pelengkap bagi pembahasan ini barangkali tidak ada buruknya saya sampaikan bahwa kaum muslimin di setiap masa-sebelum masa sekarang, yang penuh kegelapan dan telah padam bara jihad umatnya-tidak pernah meninggalkan jihad; dari para ulama, ahli tasawuf, hingga para pekerjanya. Mereka semua dalam kesiapan penuh untuk berjihad.

Lihatlah Abdullah bin Mubarak, seorang faqih yang zuhud, dia telah mempersembahkan sebagian besar waktunya untuk jihad. Demikian halnya dengan Abdullah Wahid bin Zaid, yang ahli tasawuf dan zuhud. Ada lagi Syaqiq Al-Balkha. Guru besar tasawuf itu berangkat bersama-sama muridnya untuk berjihad. Simak pula sejarah hidup Al Buadrul ‘Aini, pensyarah Shahih Bukhari yang faqih dan ahli hadits; isa jihad setahun, belajar setahun, dan berhaji setahun. Demikian juga dengan Al-Qadhi Asad bin Furat Al-Maliki, ia adalah panglima armada angkatan laut pada masanya. Juga Imam Syafi’i, sangat dikenal dengan kemampuannya “melempar” sepuluh kali tanpa melesat sekalipun”.

Demikianlah orang-orang salaf kita, lalu di manakah posisi kita di hadapan sejarah yang agung ini?

UNTUK APA MUSLIMIN BERPERANG?

Pernah datang suatu masa di mana manusia mencela Islam karena wajibnya jihad dan pembenaran nya atas perang, sampai terwujudnya apa yang termaktub dalam Al-Qur’an, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. (Fuslihat: 53)

Maka kini mereka mengakui bahwa “mempersiapkan diri untuk perang adalah yang paling menjamin bagi terwujudnya perdamaian”. Allah swt. mewajibkan kepada kaum muslimin bukan sebagai alat pemusnah orang kafir atau sarana bagi kepentingan pribadi, tetapi sebagai perlindungan bagi dakwah dan jaminan bagi perdamaian, selain sebagai media untuk menunaikan misi (risalah) agung yang dipikulkan di pundak kaum muslimin; misi hidayah bagi manusia untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Islam, sebagaimana ia mewajibkan perang, ia juga sangat concern kepada perdamaian. Allah swt. berfirman, “Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. (Al-Anfal: 61)

Seorang muslim, tatkala ia keluar untuk berjihad, di benaknya ada satu pikiran; berjihad agar kalimat Allah menjadi yang tertinggi. Agamanya pula melarang ia mencampuri niat yang suci ini dengan maksud-maksud lain; demi pangkat, demi ketenaran, demi harta, demi meraup ghanimah, atau demi memenangkan peperangan tanpa peduli kebenaran. Semua itu haram baginya. Yang halal hanyalah satu urusan; mempersembahkan darah dan nyawanya sebagai tebusan bagi aqidahnya dan demi menegakkan hidayah bagi seluruh umat manusia.

Dari Al-Harits bin Muslim bin Al-Harits dari ayahnya berkata, “Rasulullah mengutus kami dalam sebuah pasukan, ketika sampai ditempat penyerbuan, saya pacu kuda tunggangan, sehingga saya bisa mendahului teman-teman saya yang lain. Tiba-tiba saya bertemu dengan penduduk kampung dalam keadaan menangis memelas, saya katakan kepada mereka, ‘ucapkan la ilaha ilallah, niscaya kalian akan dilindungi.’ Kemudian mereka mengucapkannya. Teman-teman banyak yang menyesalkan apa yang telah saya lakukan seraya berkata, ‘kau telah menghalangi kami untuk mendapat ghanimah.’ Ketika kami datang kepada Rasulullah saw, mereka menceritakan kepada beliau apa yang telah saya perbuat. Rasulullah kemudian memanggil saya dan menganggap baik apa yang telah saya lakukan, kemudian beliau bersabda, ‘Ingatlah, sesungguhnya Allah telah mencatat bagimu pahala setiap orang sekian…dan sekian.’ Beliau juga bersabda, ‘Sedangkan aku, maka akan kutulis untukmu wasiat setelahku.’ Maka beliau lakukan dan beliau tanda tangani serta menyerahkan wasiat itu kepadaku.” (HR. Abu Daud)

Dari Syadad bin Al-Hadi ra. bahwasanya ada seorang laki-laki dari suku Badui dan datang beriman kepada Nabi saw. Kemudian dia berkata, “Aku akan hijrah bersamamu” Rasulullah kemudian memberitahukan hal ini kepada sebagian sahabatnya. Dan adalah suatu ketika, selesai perang kaum muslimin mendapat ghanimah, di sana terdapat Rasulullah saw. Maka ia pun (orang tadi) mendapat bagian (dari ghanimah itu). Ia bertanya, “Apa ini?” Rasulullah menjawab, “ini bagianmu” ia berkata, bukan karena ini aku mengikutimu, aku mengikutimu gar aku terkena anak panah ke sini (ia mengisyaratkan ke arah lehernya), maka aku mati dan masuk surga.” Rasulullah bersabda, “Jika kamu jujur kepada Allah (dalam hal ini) maka Allah akan mengabulkannya.” Mereka istirahat sejenak, kemudian menuju sebuah peperangan menghadapi musuh. Maka orang tadi dibawa ke hadapan Rasulullah saw. Dalam keadaan terkena anak panah persis di bagian leher seperti yang ia isyaratkan sebelumnya. Rasulullah bertanya, “Apakah ini orang tadi?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Ya” Rasulullah bersama, “ia telah jujur kepada Allah, maka Allah mengabulkannya.” Kemudian ia dikafani dengan jubah Rasulullah saw. kemudian Rasulullah, kemudian Rasulullah menshalatinya. Dan di antara doa yang ada dalam shalat beliau. “Ya Allah ini adalah hamba-Mu, keluar dalam rangka berhijrah di jalan-Mu, maka dia terbunuh dalam keadaan syahid dan aku adalah saksi atas hal itu.” (HR. An-Nasa’i)

Dari Abu Hurairah bahwa seseorang bertanya, “Wahai Rasul Allah ada orang yang menginginkan jihad fi sabilillah, sementara dia menghendaki perhiasan di dunia?” Rasulullah menjawab, “Ia tidak mendapatkan pahala apa-apa.” Pertanyaan itu diulang sampai tiga kali dan setiap kali selalu dijawab oleh Rasulullah, “Ia tidak mendapatkan pahala apa-apa.” (HR. Abu Daud)

Dari Abu Musa berkata, Rasulullah ditanya tentang orang yang berperang karena ingin disebut pemberi, orang yang berperang dalam rangka membela fanatisme dan orang yang berperang karena ‘riya’, manakah di antara mereka itu yang fi sabilillah? Rasulullah menjawab, “Barangsiapa berperang agar kalimat Allah itu tinggi, maka dia fii sabilillah. (HR. Imam yang lima)

Jika Anda membaca sejarah dan perilaku para sahabat di berbagai negeri sampai mereka bisa menaklukkannya, niscaya Anda akan tahu puncak kesucian mereka dari berbagai macam ambisi, hawa nafsu, dan poros pergerakan mereka yang hanya bertumpu pada satu tujuan asas, yakni membimbing makhluk kepada Al-Haq, sampai kalimat Allah tegak. Anda pun akan bisa tahu betapa salahnya tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada mereka, bahwa mereka berjihad tidak lain hanyalah menginginkan dominasi atas bangsa-bangsa, menebarkan feudalism dan ambisi untuk memperoleh keuntungan financial.

KASIH SAYANG DALAM JIHAD ISLAM

Jika jihad dalam Islam memiliki semulia-mulia tujuan, maka sarananya pun adalah seutama-utama sarana.
Allah swt. mengharamkan permusuhan. Allah swt. berfirman, “Dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Maidah: 87)

Allah swt. memerintahkan bersikap adil, meskipun kepada musuh. Firman-Nya, “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu kepada suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu dekat kepada taqwa.” (Al-Maidah: 8)

Dan Allah membimbing kaum muslimin menuju kasih sayang yang paripurna. Mereka, ketika berperang tidak melampaui batas, tidak bertindak aniaya, tidak menyiksa tubuh musuh, tidak mencuri, tidak merampok harta, tidak melukai kehormatan, dan tidak membuat derita. Di kala perang, mereka adalah sebaik-baik pasukan perang, dan di kala damai, mereka adalah sebaik-baik pelaku perdamaian.

Dari Buraidah ra. berkata, “Rasulullah saw. jika memerintahkan panglima pasukan perang, ia berwasiat kepadanya secara khusus tentang taqwa kepada Allah, dan kepada orang-orang yang bersamanya tentang kebaikan, kemudian berkata, ‘Berperanglah dengan nama Allah dijalan Allah, perangilah orang yang kafir kepada Allah, perangilah jangan melampaui batas, jangan berkhianat, jangan menyiksa, dan jangan membunuh anak-anak.’” (HR.Muslim)

Dari Abu Hurairah ra. berkata, bersabda Rasulullah saw., “Jika salah seorang dari kalian berperang jauhilah wajah. (HR. Bukhari-Muslim)

Dari Ibnu Mas’ud ra. berkata, bersabda Rasulullah saw., “Pembunuhan yang paling ringan adalah yang dilakukan oleh ahlul iman.” (HR Abu Daud)

Dari Abdullah bin Yazid Al-Anshari ra. berkata, “Rasulullah saw. melarang umatnya merampas dan menyiksa.” (HR. Bukhari)

Demikian juga Rasulullah saw. melarang pembunuhan-dalam perang-terhadap wanita, anak-anak, orang-orang tua, menyiksa orang-orang yang terluka, serta memfitnah para rahib dan orang-orang yang mengasingkan diri dari medan peperangan.

Bagaimana mungkin kita bandingkan jiwa kasih sayang Islam ini dengan jiwa kejam para aggressor yang jahat, yang senantiasa menebarkan ketakutan? Dimana kedudukan undang-undang mereka jika dihadapkan dengan undang-undang ilahi yang integral ini?

Ya Allah. Pandaikan kaum muslimin akan agamanya dan selamatkan dunia dari kegelapan ini untuk menuju cahaya Islam.

YANG TERMASUK JIHAD

Telah sering kita dengar dari kalangan muslimin bahwa memerangi musuh adalah ‘jihad kecil’. Adapun ‘jihad besar’ adalah memerangi hawa nafsu. Banyak yang berdalih dengan sebuah riwayat, ‘kita pulang dari jihad kecil menuju jihad besar.” Para sahabat bertanya, “Apakah jihad besar itu?” Rasulullah saw. menjawab, ‘Jihad terhadap hati atau jihad melawan hawa nafsu.”

Dengan hadits ini, sebagian orang bermaksud memalingkan orang lain dari memahami pentingnya jihad, persiapan untuknya tekad untuk menegakkannya, dan menyiapkan berbagai sarannya. Adapun riwayat hadits di atas sebenarnya bukanlah hadits shahih. Berkata Amirul Mukminin dari hadits Al-Hafidz ibnu Hajar dalam Tasdidul Qaus, “Hadits itu memang sangat masyhur, Namun sebenarnya ia adalah ucapan Ibrahim bin ‘Ablah.”

Berkata Al-Iraqi dalam takhrij hadits-hadits Ihya’Ulumuddin, “Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad dha’if dari Jabir. Dan diriwayatkan oleh Khatib dalam tarikhnya dari Jabir, ‘Jika saja hadits ini shahih, maka sama sekali tidak benar jika dipahami sebagai memalingkan orang dari jihad dan persiapan bagi penyelamatan negeri kaum muslimin. Namun artinya adalah kewajiban bagi seseorang untuk memerangi dirinya sehingga bersih lah seluruh amalnya hanya karena Allah. Maka yang demikian itu, ketahuilah.’”

Ada beberapa hal yang termasuk jihad, yakin amar ma’ruf nahi munkar. Telah disebutkan dalam sebuah hadits, “Seagung-agung jihad adalah kata-kata hak yang diucapkan di hadapan penguasa yang jahat.”

Namun semua itu tidak akan menjadikan pelakunya memperoleh syahid kubra (syahid besar) dan mendapat pahala mujahidin, sebagaimana jika ia berperang atau diperangi di jalan Allah.

Syeikh Dr. Hammam Said: Mursyidil Am IM Jordan

Sunday, May 24, 2009 0 comments

Temubual bersama Mursyidul Am Ikhwan Jordan (April 2009)


Sebelum ini tuan lebih dikenali dalam lapangan bidang akademik khususnya dalam bidang ilmu-ilmu hadis. Bolehkah tuan ceritakan serba sedikit mengenai perjalanan semasa menuntut ilmu?


Segala pujian bagi Allah. Selawat dan salam ke atas Saiyidina Muhammad, keluarga dan para sahabat baginda sekalian. Perjalanan hidup saya dalam menuntut ilmu bermula di rumah, di mana ayah saya merupakan salah seorang ulama hadis. Saya terdedah dengan perpustakaan yang secara khususnya mengandungi kitab-kitab hadis semasa usia yang sangat muda. Lebih kurang usia 10 tahun, saya sudah membaca kitab-kitab besar yang berkaitan dengan ilmu hadis, kesusasteraan, bahasa Arab seperti karangan al-Mutanabbi dan lain-lain. Begitu juga buku-buku yang berkaitan dengan biodata para perawi hadis, juga karangan Ibnu Hajar dan lain-lain. Perkembangan awal ini semua membantu pengajian saya di peringkat universiti. Saya menamatkan pengajian dalam bidang syariah di Universiti Damsyiq pada tahun 1965. Sudah diketahui umum, pengajian syariah di universiti tersebut sangat sukar, yang lulus hanya sekitar 5-6 orang sahaja. Malah kadang kala hanya 3 orang. Antara guru-guru yang mendidik saya ialah Syeikh Mustafa Siba’ie, Dr. Mustafa Zarqa dan ramai lagi ulama yang besar. Kemudian setelah bekerja hampir 5 tahun, saya ke Universiti al-Azhar dan mempelajari ilmu hadis dalam kuliah Usuluddin. Saya berjaya menamatkan pengajian di peringkat M.A dan Phd dengan pangkat pertama. Dengan kurnia dari Allah, tesis yang saya hasilkan sangat jarang dilakukan iaitu mengenai illal hadis merupakan yang pertama pernah ditulis seumpamanya. Tesis tersebut berbeza dengan yang lain. Kemudian hasil kajian saya itu tersebar dan menjadi subjek yang diajarkan di universiti-universiti, bermula dengan Universiti Jordan di fakulti syariah. Kajian saya itu dianggap sebagai syarah kepada kitab al-‘Ilal karangan Imam al-Tirmizi. Ianya kemudian diajarkan dalam dunia Islam di peringkat pengajian tinggi. Alhamdulillah. Saya juga aktif dalam bidang keilmuan dan selama 25 tahun, saya telah menulis dalam pelbagai displin ilmu. Di antara ialah himpunan hadis-hadis berkenaan fitnah akhir zaman, hukum-hakam kewangan, kesempurnaan Nabi, jihad dan lain-lain. Semua ini sedang dalam proses untuk cetakan. InsyaAllah.


Di manakah tuan menyumbangkan khidmat setelah tamat pengajian?

Saya mengajar di Universiti Jordan hingga tahun 1988 sebelum dipilih menjadi ahli (parlimen) Majlis Perwakilan Jordan pada 1989. Saya dipilih semula menjadi ahli perwakilan pada tahun 1993 dan kekal hingga tahun 1997. Kemudian saya dilantik menjadi penasihat syar’ie bagi Hospital Islam di Jordan. Kemudian saya mengajar di universiti swasta Al-Zarqa selama setahun. Setelah itu, saya dilantik menjadi Muraqib al-‘Am dalam jemaah al-Ikhwan al-Muslimin.


Bilakah tuan menyertai gerakan al-Ikhwan al-Muslimin dan bagaimana tuan memandang tanggungjawab sebagai Muraqib al-‘Am (Jordan) ketika ini?

Saya menyertai jamaah al-Ikhwan al-Muslimin pada waktu yang sangat awal iaitu ketika berumur 12 tahun. Alhamdulillah, saya masih ingat sejarah itu dan kini saya masih berada dalam jemaah ini. Tugas saya sekarang ini sebagai Muraqim al-‘Am sangat berat dan bukanlah tugas yang mudah. Tanggungjawab ini sangat besar kerana ia berkaitan dengan maslahah beratus-ratus ribu para pemuda Islam untuk membawa mereka menuju ke satu matlamat pada masa yang mendatang. Memperbaiki jamaah ini agar dapat berperanan dalam masyarakat. Memimpin jamaah ini untuk memastikan ianya dapat mencapai matlamat-matlamat Islam. Semoga Allah memudahkan segala urusan ini.


Dalam majalah al-Mujtama’ (3-9 Zulkaedah 1429H) tuan pernah menyeru kaum muslimin kepada sistem ekonomi antarabangsa yang baru dengan bersumberkan rujukan Islam. Mengapakah dunia Islam terlalu bergantung pada sistem kapitalisme, seolah-olah sukar sekali untuk keluar daripadanya?

Sistem kapitalisme telah gagal di negara-negara mereka (Barat). Mereka menghadapi kehabisan sumber dengan satu ledakan yang besar. Ledakan ini diibaratkan ia telah meninggalkan satu ruang kosong. Manusia menyangka kegiatannya masih berjalan. Ekonomi yang hanya memaparkan jumlah angka, apabila mereka cuba mendapatkan kepastian mengenai jumlahnya, lalu mereka mendapati tiada jumlah apa pun. Semua ini hanya mempersendakan orang ramai dan permainan yang menipu. Tiada aktiviti ekonomi yang berlaku pada hakikatnya. Kerana ia hanyalah ibarat jaminan yang dibuat tanpa akad yang sah. Begitulah sistem kapitalisme, ia tidak berdiri di atas perkara yang jelas secara hakiki. Ia hanya dibina atas dasar kepercayaan di antara mereka yang terlibat. Kini sudah jelas dasar kepercayaan ini sebenarnya adalah satu pembohongan. Tiada jumlah dalam simpanan secara realiti. Dalam beberapa bulan, berlaku kejatuhan ekonomi dengan kerugian berbilion-bilion dolar di Amerika.. begitu juga di Britain dan Eropah. Sistem ini telah gagal dan tiada siapa yang mampu untuk mempertahankannya.


Beberapa hari lalu, saya telah mendengar daripada Pengarah Bank Islam Jordan, bahawa negara Britain yang dulunya meletakkan syarat-syarat yang ketat untuk membuka bank-bank Islam di negara itu, kini telah mempelawa perbankan Islam agar datang ke Britain untuk membuka cawangan-cawangannya dan dipermudahkan untuk beroperasi. Ini menunjukkan bahawa ekonomi Islam di negara mereka mempunyai kedudukan yang dihormati. Kita mahu meluaskan ekonomi Islam, tiada riba, tiada penipuan berbentuk spekulasi, tiada monopoli (ihtikar) dan tiada perniagaan atas kertas tanpa kewujudan nilai wang yang jelas. Iaitu ekonomi dengan dokumen yang jelas dan berpijak di bumi yang nyata. Kita perlu memperkemaskan sistem ekonomi Islam di negara kita dan jadikan ia pelindung ekonomi di negara kita. Kemudian menyebarkannya ke peringkat antarabangsa.


Apa pendapat tuan, jika sesetengah pihak menganggap mustahil dunia Islam dapat keluar dari sistem kapitalisme?

Yang menjadi perkara mustahil di sini ialah mustahil sistem ini dapat bertahan di negara-negara barat. Mesti ada alternatif lain sebagai pengganti. Sistem sosialis telah gagal dan sistem kapitalis juga gagal. Yang tinggal hanya sistem Islam.


Tuan pernah menyebut bahawa pergerakan Islam perlu menguatkan tarbiah terhadap ahli-ahlinya, memperbanyakkan kegiatan dakwah Islam dan tidak hanya dalam urusan politik.. boleh tuan jelaskan mengapa tarbiah ini sangat penting?

Tidak syak lagi, bahawa tarbiah adalah satu juzuk asas dalam pembentukan jemaah. Gerakan Islam yang mengambil peranan yang banyak dalam bidang politik dan mungkin aspek tarbiah berkurang. Kita mahu mengambil ruang yang lebih besar dalam aspek tarbiah dan mengambil berat terhadapnya. Jemaah al-Ikhwan al-Muslimun juga mempunyai manhaj tarbiah yang terperinci di semua negara-negara. Inilah yang menjaga jemaah dan menjadikannya kuat. Untuk itu, Parti Islam juga perlu memiliki program tarbiah yang terperinci untuk ahli-ahli dan para pengikutnya.


Apa pandangan tuan tentang masa depan gerakan Islam? Apakah kemungkinan yang bakal berlaku sekiranya kepimpinan parti Islam ini tidak lagi dipimpin oleh para ulama sebaliknya oleh golongan intelektual dalam parti tersebut?

Kewujudan para ulama pada peringkat tertinggi adalah jaminan paling besar bagi sesebuah gerakan Islam ini. Kerana hubungan umat dengan para ulama adalah satu hubungan yang kuat. Apabila terdapat ulama di situ, maka kepimpinan tersebut berjalan di atas dasar al-Kitab (al-Quran) dan sunnah Rasulullah s.a.w. Ini menjadikan orang ramai berasa tenteram dan selesa dengan kepimpinan tersebut. Jika kepimpinan itu hanya semata-mata bersifat politik, pragmatisme dan urusan politiknya datang dari luar (rujukan) Islam, luar dari al-Kitab dan as-Sunnah… akhirnya orang ramai tidak lagi bersatu di bawah kepimpinan sebegitu. Namun, kepimpinan yang ada ini jika berterusan seperti yang dituntut, akan bertambah kekuatannya dengan izin Allah. Masa depan akan menjadi baik. Saya menjangkakan suatu hari nanti, parti ini akan mendapat majoriti kuasa. InsyaAllah.


Akhir sekali, apa nasihat tuan untuk rakyat Malaysia?

Rakyat Malaysia menganggap Islam itu sebagai satu agama dan anutan yang bersifat nasional (dalam negara). Ini tidak terdapat di negara selain Malaysia. Ini adalah satu pealuang untuk menyebarkan agama Islam. Juga saya nasihatkan agar diadakan pembelajaran bahasa Arab dan memperkemaskan kemahiran dalam bahasa Arab. Saya mendapati ada penggunaan bahasa Arab di Malaysia. Namun, saya mahu bahasa Arab menjadi bahasa utama di Malaysia. Ini boleh berlaku dengan usaha orang-orang yang berkebolehan, terpilih dan (sedia) berjihad dengan kurniaan Allah. Kamu berikan keutamaan kepada bahasa Arab dan laksanakan syariat Islam dan hukum hakam Islam dalam segala lapangan kehidupan. Kerana agama kita inilah yang menjaga kehidupan kita di dunia dan akhirat. Semoga Allah memberikan taufik kepada kamu semua. Amin.

Syeikh as-Syahid Dr. Abdullah Azzam

Saturday, May 23, 2009 0 comments


26 November 1989, Dr. Abdullah Azzam dikurniakan syahid setelah berjihad di bumi Palestin dan Afghanistan. 26 November 2007, genaplah 18 tahun pemergian beliau. Peribadi kebanggaan umat. Seorang ulama’ yang memilih untuk hidup sebagai mujahidin, meninggalkan segala kesenangan hidup dan pendapatan yang lumayan. Kisah syahidnya diketahui oleh semua. Beliau akan terus menjadi qudwah kepada mujahidin dan pendakwah sepanjang zaman. Moga Allah menerima ruhnya dan menggantikan kepada umat ini mujahid seumpamanya.
Saya kongsikan di sini beberapa kisah menarik di dalam kehidupan beliau sebelum beliau berjihad di bumi Afghanistan untuk dijadikan renungan dan teladan buat kita.
Permulaan Jihad


Beliau mula mendapat pentarbiahan Ikhwan Muslimin sejak berusia10 tahun. Pernah menziarahi Syeikh Abdul Rahman Khalifah, Muraqib Am Ikhwan Jordan ketika itu. Mula terlibat dengan jihad ketika berusia 26 tahun bermula dari tahun 1967 (tahun penjajahan Palestin keseluruhannya) . Berpindah ke Jordan dengan berjalan kaki selama 10 hari setelah keseluruhan Palestin dijajah oleh Yahudi. Meninggalkan isteri yang sarat mengandung dan dua orang anak di sempadan Jordan - Palestin untuk mula aktif di medan jihad. Ketika isterinya melahirkan anak ketiga mereka, beliau berada di medan jihad di Palestin.

Tekanan Di Mesir
Pada tahun 1970 beliau dan keluarga berpindah ke Mesir untuk menyambung pelajaran di peringkat PhD. Berjaya menamatkan PhD di dalam bidang Usul Fiqh di Universiti al-Azhar dalam tempoh yang cukup singkat iaitu setahun lapan bulan. Dikenakan pelbagai tekanan ketika berada di Mesir, di antaranya cubaan untuk memberhentikannya dari al-Azhar dan mengeluarkan beliau dari Mesir. Tekanan-tekanan dikenakan sehingga beliau dan keluarganya terpaksa berpindah di antara 20 buah rumah dalam tempoh tidak sampai dua tahun.

Dakwah di Jordan
Pada tahun 1972 beliau ke Jordan dan bekerja selama lapan tahun di Universiti Jordan. Di situ beliau berjaya menarik ramai pemuda untuk terlibat di dalam jihad di Palestin. Selepas hanya sebulan bekerja di Jordan, beliau berjaya menarik ramai pemuda untuk keluar ke medan jihad di sempadan Jordan - Palestin selama tiga hari, pada minggu terakhir setiap bulan.

Pemecatan Dari Universiti Jordan
Pada tahun 1980 berlaku perselisihan di antara beliau dan Perdana Menteri Jordan ketika itu disebabkan satu karikatur yang disebarkan di dalam sebuah akhbar utama tempatan. Akhbar tersebut menyiarkan satu lukisan yang menggambarkan umat Islam sebagai ajen Amerika Syarikat. Beliau telah menalipon akhbar tersebut dan bercakap dengan pelukis karikatur tersebut. Setelah berlaku perdebatan dan pelukis tersebut menolak untuk meminta maaf, as-Syahid Abdullah Azzam berkata kepadanya: “Jika kamu tidak meminta maaf esok di dalam akhbar itu sendiri, kamu akan melihat akibatnya. Kamu memiliki akhbar dan kami memiliki minbar. Jordan; dari utara ke selatan akan bercakap tentang isu ini. Kami akan memboikot akhbar kamu. Bukalah gudang kamu untuk kamu menyimpan akhbar kamu.”
Pelukis tersebut yang merupakan adik ipar Perdana Menteri telah menghubungi Perdana Menteri. As-Syahid Abdullah Azzam telah dipaksa agar meminta maaf tetapi beliau enggan. Satu dakwaan dikenakan ke atas beliau tetapi beliau berjaya di dalam kes tersebut. Tidak sampai sebulan dari peristiwa tersebut beliau telah dipecat dari jawatannya sebagai pensyarah.
Selepas peristiwa tersebut mereka telah berpindah ke Arab Saudi dan as-Syahid bekerja sebagai pensyarah di sana. Tetapi ianya hanya untuk sembilan bulan sahaja.

Konspirasi di Saudi
Ketika mula-mula beliau sampai di Saudi, beliau mula terdengar tentang berita jihad di Afghanistan. Di situ beliau mula memikirkan bagaimana caranya untuk ke Afghanistan dan membatalkan kontrak lima tahun perkhidmatan dengan universiti. Isterinya menceritakan betapa gelisahnya as-Syahid ketika itu: “Saya merasakan bahawa pada setiap kali beliau masuk tidur, beliau seolah-olah tidur di atas bara api. Berpindah menggolekkan badannya dari satu tempat ke tempat yang lain sambil merintih-rintih meminta Allah memberikan jalan keluar.”
Kerajaan Saudi pada masa itu mula merasakan bahaya kewujudan Abdullah Azzam di bumi Saudi. Mereka mengeluarkan satu iklan tawaran untuk pensyarah yang berminat untuk dipinjamkan ke Pakistan dalam program pertukaran pensyarah. Abdullah Azzam mendaftarkan diri untuk perpindahan tersebut. Rupa-rupanya selepas beliau mendaftarkan dirinya, iklan tersebut ditutup dan beliau adalah calon tunggal yang mendaftarkan diri. Iklan tersebut rupanya dibuat khusus untuk mengeluarkan beliau dari Saudi.

Tiga Pilihan Buat Isteri
Isteri beliau menceritakan tentang nekad Abdullah Azzam untuk berjihad di Afghanistan:
Azzam kembali ke rumah dan berkata kepadaku: “Kemas pakaian kamu ke dalam beg. Saya tidak tahu ke mana kita akan pergi. Saya juga tidak mahu menyebut ke mana kita akan pergi.”
Kemudian beliau lebih membingungkan saya apabila beliau berkata kepada saya: “Saya akan berpindah dan kamu mempunyai tiga pilihan. Saya tidak mahu mendengar pilihan kamu sekarang. Fikirkan selama seminggu. Jika kamu ingin duduk di rumah ini di Saudi, kamu boleh lakukannya. Ini adalah rumah untuk seorang profesor universiti. Rumah seumpama istana dan perabotnya semua buatan Eropah. Kamu akan mendapat kereta buatan Amerika dengan pemandunya sekali. Yuran pengajian anak-anak semua ditanggung oleh universiti. Gaji saya semuanya adalah untuk kamu. Atau (pilihan kedua) kamu juga boleh kembali ke Jordan. Kamu akan tetap mendapat rumah dan kenderaan serta hidup di tengah-tengah keluarga, rakan-rakan dan kesayanganmu. Atau (pilihan ketiga) kamu ikut saya dan bersedia untuk menghadapi apa juga suasana yang akan menimpa. Saya tidak bertanggungjawab atas apa pilihanmu. Fikirkan dan mintalah pandangan orang lain. Moga-moga Tuhan akan mengurniakan kamu keteguhan dan kematangan.”

Kemudian beliau membawa saya ke rumah yang disediakan oleh pihak universiti. Saya tidak pernah melihat rumah itu sebelum ini kerana sejak tiba ke Saudi, saya lebih suka tinggal di rumah yang berhampiran dengan Masjidil Haram.

Saya tidak sabar untuk menunggu seminggu. Saya cuma mampu bertahan sehari sahaja. Selepas itu saya berkata kepadanya: “Kenapa kamu memberikan saya tiga pilihan? Kamu lari dari tanggungjawab. Saya mempunyai anak-anak yang perlukan bapa. Apa yang mampu dilakukan oleh rumah yang besar dan saudara mara? Kamu meninggalkan saya dengan bebanan 7 orang anak; empat lelaki dan tiga perempuan. Bagaimana saya mampu menanggung semua ini bersendirian? Saya tidak mahu tinggal di sini atau di Jordan. Jika kamu tergantung di udara sekali pun, kami akan tetap bersama kamu.”

Abdullah Azzam bertakbir kegembiraan lalu berkata: “Demi Allah, kamu memilih apa yang saya pilih. Itu lebih menggembirakan saya dari pilihan-pilihan yang lain.


Kisah Rezeki di Pakistan
Tiba di Pakistan, Abdullah Azzam meminta agar pihak pengurusan universiti menghimpunkan kelasnya pada dua hari sahaja seminggu. Dia akan berada di Pakistan selama dua hari dan berada di medan jihad di Afghanistan selama lima hari. Ini berterusan selama tiga tahun.
Ada cubaan untuk mengembalikannya ke Saudi setelah mereka mendapati bahawa beliau lebih merbahaya jika berada di Pakistan daripada di Saudi. Ketika beliau ingin memperbaharui visanya, urusan tersebut tidak berjaya dilakukan. Alasan yang diberikan adalah kerana dia diperlukan di Saudi dan tidak lagi di Pakistan. Sebenarnya setiap kali beliau memperbaharui visa, beliau akan membawa di dalam poketnya surat perletakan jawatan dan menjangkakan bahawa perkara tersebut akan berlaku. Beliau terus mengemukakan surat perletakan jawatan tersebut dan memilih untuk hidup sebagai mujahid di bumi Afghanistan.
Tidak lama selepas itu, Rabitoh Alam Islami yang mendengar berita perletakan jawatannya itu menawarkan kepada beliau kerja di Rabitah Alam Islami dengan separuh dari gaji beliau di universiti. Demikianlah benar apa yang dijanjikan Allah: “Di langit itu rezeki kamu dan apa yang dijanjikan untuk kamu.” (Az-Zariyat: 22)


Gambaran Kehidupan Sebuah Keluarga Mujahidin
Isteri beliau menceritakan: “Kami berpindah ke rumah seluas 2.5 x 3 meter. Di situlah dapur. Di situlah ruang tamu. Di situlah bilik tidur. Bahkan kami mandi di situ juga.”
Beliau menceritakan lagi: “Apabila waktu tidur, saya akan membariskan anak-anak saya dan saya tidur dihujung kaki mereka. Apabila masuk waktu Subuh, tidak ada ruang untuk solat Subuh. Saya mengambil wudhu’ di situ dan solat di situ.”

Tentang pendidikan anak-anak beliau berkata: “Anak-anak saya sudah besar. Mereka perlu kepada sekolah Arab. Di sana tidak ada sekolah Arab kecuali sekolah Libya yang bercampur di antara lelaki dan perempuan. Saya tidak dapat mencarikan sekolah yang sesuai untuk anak-anak perempuan saya sedangkan mereka sudah sepatutnya masuk sekolah menengah. Anak-anak lelaki masih di sekolah rendah, jadi saya hantar mereka ke sekolah Libya. Manakala anak-anak perempuan belajar di rumah. Saya meminta pertolongan beberapa orang guru perempuan untuk mengajar mereka. Saya mendaftarkan anak-anak perempuan saya di Kedutaan Mesir dan mengambil peperiksaan di sana. Mereka mendapat sijil mereka dari Kedutaan Mesir.”

Qudwah
Demikianlah sedikit kisah tentang permulaan jihad as-Syahid Dr. Abdullah Azzam di bumi Afghanistan. Moga-moga Allah memberikan kita kekuatan untuk mencontohinya

As-Syahid Dr. Abdul Aziz Al-Rantisi Dalam Kenangan

Friday, May 22, 2009 0 comments


Pada hari Sabtu, 17 April 2004 kerajaan haram Israel sekali lagi mengejutkan dunia dengan pembunuhan pemimpin HAMAS, Dr Abd Aziz Ar-Rantisi selepas sebelum itu mereka juga telah membunuh As-Syahid Ahmad Yasin hanya beberapa bulan sebelumnya. Jika As-Syahid Ahmad Yasin dibunuh setelah keluar dari masjid selepas menunaikan solat Subuh, Dr Abd Aziz ar-Rantisi dibunuh setelah menunaikan solat Maghrib di al-Ghafri, utara Ghaza.

Selepas hanya tiga tahun, suasana politik di dalam bumi Palestin berubah sama sekali; HAMAS berubah daripada gerakan pembangkang kepada penguasa yang memaksa dunia untuk berinteraksi dengan mereka dengan cara yang lain dari sebelum ini. Sebahagian dari penduduk Palestin menyandarkan kejayaan ini (selepas menyandarkannya kepada Allah) kepada kedua-dua syahid.

Berikut adalah terjemahan petikan temubual dengan isteri as-Syahid Dr. Abd Aziz ar-Rantisi, Rasya al-Adluni yang dilakukan sempena mengingati tiga tahun pemergian as-Syahid.

Rasya:

Allah s.w.t. berfirman di dalam al-Quran:
"Di antara orang-orang yang beriman itu terdapat pemuda-pemuda yang membenarkan janji mereka kepada Allah. Di antara mereka ada yang telah menyempurnakannya dan ada yang masih menunggu. Mereka tidak sekali-kali mengubah janji mereka." (Al-Ahzab: 23)

Di sana terdapat ramai syuhada' yang telah pun pergi menemui Allah lalu mendapat ganjaran yang lebih baik dan lebih kekal bagi mereka. Yang lain, saudara-saudara mereka masih lagi setia terhadap janji mereka dan tidak sekali-kali mengubahnya. Allah mentakdirkan mereka menang di dalam pilihanraya di peringkat parlimen. Allah mentakdirkan mereka berjaya membentuk kerajaan dan berada di kedudukan yang mulia ini. Walau pun menghadapi pelbagai konspirasi, kerajaan HAMAS tetap berdiri teguh dan akan terus berdiri teguh. Di masa yang sama mereka masih lagi kekal berpegang kepada manhaj yang telah mereka pilih bersama-sama saudara-saudara mereka dan mereka berjanji akan terus berpegang dengannya hingga mereka bertemu Allah.

Inilah pandangan saya terhadap suasana sekarang. Saya berdoa kepada Allah agar Dia membantu semua saudara kita di dalam gerakan HAMAS yang masih tidak merubah janji mereka. Agar Allah membantu mereka di dalam perjalanan mereka di atas jalan ini sehinggalah Palestin keseluruhannya dibebaskan dan risalah saudara-saudara mereka yang telah pergi dapat disempurnakan.

Soalan:

Bagaimanakah Puan melihat HAMAS sekarang dan sebelum mereka menjadi kerajaan?

Rasya:

Semua orang perlu mengetahui bahawa HAMAS adalah pertubuhan yang berdiri di atas prinsip syura di antara ahli-ahlinya. Apa yang dilakukan oleh saudara-saudara kita sekarang hanyalah kesinambungan apa yang dilakukan oleh pahlawan-pahlawan kita yang telah pergi. Manhaj mereka sama dan jalan mereka juga sama. Oleh kerana itu, ketika saudara-saudara kita memasuki medan politik pada hari ini, itu bukanlah satu pengalaman baru buat mereka. Syeikh kita yang mulia, Ahmad Yasin pernah melakukan perjanjian genjatan senjata yang panjang dengan pihak Zionis. Beliau telah merangka plan untuk melakukan islah dan perubahan sebelum beliau dan Dr Abd Aziz menemui syahid. Dengan itu saudara-saudara kita tidak lain hanyalah meneruskan jalan saudara-saudara mereka yang telah pergi. Saudara-saudara kita di dalam HAMAS berjuang berdasarkan maslahat rakyat Palestin. Mereka berlegar di mana maslahat tersebut berada. Permulaannya adalah pada jihad. Ketika mereka berlegar di sekitar operasi jihad, mereka tidak menjauhkan diri mereka dari aktiviti politik. Sebaliknya kita mempunyai pimpinan politik sejak bertahun sebelum ini di dalam dan di luar Palestin.

Untuk menyempurnakan peranan amal politik, mereka mencalonkan diri di dalam pilihanraya peringkat parlimen dan berjaya membentuk kerajaan. Tetapi mereka tidak meninggalkan perjuangan asal. Dengan itu saya menegaskan bahawa mereka berada di atas jalan yang sama yang ditinggalkan oleh saudara-saudara mereka yang telah pergi. Mereka tidak mengubahnya dan tidak juga menukarnya. Mereka akan terus begitu sehinggalah mereka bertemu Allah sebagai syuhada' dengan izin Allah.

Soalan:

Adakah rumah Dr. Ar-Rantisi kehilangan tetamu dan pencintanya sesudah beliau menemui syahid atau adakah rumahnya masih lagi sibuk seperti ketika beliau masih lagi hidup?

Rasya:

Dengan limpah kurnia Allah, saya dan anak-anak berjanji untuk berjalan di atas jalan yang sama. Kami berdoa agar kami menjadi sebaik-baik pengganti kepada sebaik-baik manusia yang telah pergi. Risalah ini menjadi tanggungjawab kami untuk menyempurnakannya. Rumah ini terbuka kepada sesiapa sahaja yang ingin menziarahinya. Dengan limpah kurnia Allah juga kami masih lagi berhubung dengan sesiapa sahaja yang menziarahi dan berhubung dengan Dr Abd Aziz ar-Rantisi. Apa yang kemungkinan kurang adalah wartawan-wartawan yang sebelum ini datang dalam jumlah di luar jangkaan kami. Ini kerana Dr. Abd Aziz mempunyai personaliti yang menarik perhatian media.

Soalan:

Bagaimana layanan anggota HAMAS kepada anak-anak pimpinan besar dan pengasasnya selepas mereka menemui syahid?

Rasya:

HAMAS dengan limpah kurnia Allah adalah pergerakan yang kuat ikatannya. Apa yang wajib ke atas mereka ketika pimpinan mereka masih hidup tidak berubah sesudah pimpinan itu meninggal dunia. Bukan sahaja kepada anak-anak pimpinan tetapi juga kepada semua ana-anak pengikut HAMAS yang telah meninggal dunia. Mereka melayannya dengan cara yang sama. Mereka memelihara anak-anak itu. Bagaimana tidak, sedangkan mereka telah berjanji akan menjadi pengganti pejuang-pejuang itu bagi keluarga mereka. Dengan limpahan Allah, HAMAS yang berjanji untuk melaksanakan Islam secara syumul tidak pernah meninggalkan walau pun satu kewajipan. Di antara kewajipan tersebut adalah memelihara anak-anak syuhada' samada mereka anak-anak pimpinan atau tidak. Begitu juga dengan anak-anak tahanan.

Soalan:

Siapakah tokoh-tokoh yang masih berhubung dengan keluarga Puan sehingga ke hari ini?

Rasya:

Semua tokoh HAMAS masih berhubung dengan kami tanpa kecuali seorang pun. Di antara tokoh yang paling menonjol yang masih berhubungan dengan kami adalah Ismail Haniyeh, Perdana Menteri, Dr. Ahmad Bahr, Dr. Ismail Ridhwan dan tokoh-tokoh lain; menteri-menteri dan barisan pimpinan yang biasa kita lihat di kaca televisyen. Tidak ada hari keraian yang mereka tidak bersegera menemui kami. Kesibukan mereka tidak menghalang mereka menunaikan tanggungjawab mereka terhadap anak-anak syuhada' dan tahanan.


Soalan:

As-Syahid adalah seorang peribadi yang menonjol. Adakah Puan atau sesiapa sahaja terfikir untuk menulis tentang riwayat hidupnya? Adakah terdapat mana-mana badan yang berminat untuk menulis? Atau adakah ada mana-mana pelajar yang diketahui ingin menulis tesis di peringkat Sarjana atau PhD berkenaan as-Syahid?

Rasya:

HAMAS sedang mengumpulkan bahan tentang ini. Mungkin saya tidak begitu mengambil peduli hal seperti ini dan menyerahkannya kepada HAMAS. HAMAS lebih layak untuk menjaga anak-anaknya dan HAMAS lebih lama bergaul dengan as-Syahid daripada kami. Dengan itu saya atau anak-anak dan ahli keluarga kami tidak mengambil peduli hal ini. Saya berdoa kepada Allah yang maha berkuasa agar kisah riwayat hidup ini terbit tidak lama lagi.

Soalan:

Walau pun terdapat banyak bukti yang menunjukkan bahawa kerajaan Zionis yang bertanggungjawab membunuh suami Puan,kenapa Puan sehingga hari ini masih tidak mengemukakan dakwaan ke Mahkamah Keadilan Antarabangsa agar mereka dihadapkan ke mahkamah sebagai penjenayah perang?

Rasya:

Adakah kamu menjangkakan bahawa kami akan menuntut sedemikian? Sedangkan kita tahu dengan penuh kepastian bahawa yang memberi bantuan dan sokongan kepada penjenayah perang tersebut adalah mereka walau pun mereka berselindung di sebalik Mahkamah Keadilan Antarabangsa dan slogan hak asasi manusia. Ianya jelas seumpama cahaya matahari dan inilah hakikat sebenar. Adakah kita mahu memperbodohkan diri kita sendiri?

Soalan:

Adakah budaya cintakan mati syahid sebagai mana yang menjadi keistimewaan rakyat Palestin itu yang menghalang Puan melakukan demikian?

Rasya:

Pada kadar yang begitu banyak, semua anak-anak bangsa ini menunaikan fardhu jihad. Kita tahu bahawa harga untuk kebebasan Palestin adalah darah rakyat Palestin. Apabila kita kiaskan itu dan segala perkara yang wujud di atas bumi nyata, kita akan tahu secara pasti bahawa merekalah yang memberikan senjata kepada Zionis untuk membunuh pahlawan-pahlawan itu. Pembunuhan pejuang-pejuang itu dengan menggunakan senjata siapa? Ia adalah senjata Amerika dan Eropah. Dengan itu saya mengulangi kata-kata saya: "Hakikat adalah jelas." Jika sekiranya mereka benar, kami cuma meminta supaya pertubuhan-pertubuhan itu mengangkat perlindungannya kepada Zionis dan tidak memberikan bantuan kepada mereka.

Soalan:

Pada peringkat individu dan kehidupan dalam masyarakat, apakah Puan rasai kehilangan sesuatu setelah pemergian as-Syahid?

Rasya:

Bercakap tentang kehilangan Dr. Abd Aziz ar-Rantisi, saya katakan di sini bahawa saya tidak kehilangannya cuma selepas beliau menemui syahid. Kami pernah kehilangannya ketika dia di dalam tahanan. Kami pernah kehilangannya ketika beliau dalam buruan. Kemudian kami kehilangannya selepas beliau menemui syahid. Tetapi, walau pun kami kehilangan jasad Dr. Abd Aziz ar-Rantisi, ruhnya sentiasa berlegar di sekitar rumah kami. Kami tidak merasai bahawa ruhnya meninggalkan kami. Dengan itu kami tidak mencari penggantinya. Bahkan sebagaimana yang saya katakan kepada kamu bahawa ruh as-Syahid sentiasa berlegar di dalam kehidupan kami; di dalam dan di luar rumah.

Soalan:

Lari sedikit dari isu politik, bagaimana kehidupan as-Syahid sebagai suami? Adakah kedudukannya sebagai pimpinan HAMAS memberi kesan kepada peranannya terhadap anak-anak Puan?

Rasya:

Sesungguhnya akhlak beliau menyamai akhlak Rasulullah s.a.w. yang pernah bersabda: "Akulah yang terbaik terhadap keluarganya." Saya menjadi saksi bahawa Abu Muhammad (ar-Rantisi) adalah sebaik-baik suami, sebaik-baik ayah, sebaik-baik datuk dan sebaik-baik pemimpin. Kerana Allah beliau tidak takut celaan orang-orang yang mencela. Tidak ada tapak yang dipijaknya kecuali akan menyakiti hati musuh. Hasil perkongsian hidup bersama-samanya saya dikurniakan empat orang anak perempuan; Inas, Samar, Aasia dan Asma'. Juga dua orang anak lelaki; Muhammad dan Ahmad. Peranan saya ketika hidupnya adalah peranan seorang wanita muslim yang memahami risalahnya dengan baik; risalah Islam dan risalah dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya. Risalah inilah yang menjadikan saya berdiri teguh di belakang Dr. Abd Aziz.

Soalan:

Adakah Puan masih ingat bagaimanakah bermulanya perkenalan antara Puan dan Dr. ar-Rantisi? Adakah Dr. Ar-Rantisi aktif di dalam amal politik pada waktu itu?

Rasya:

Hubungan saya dengan Dr. Abd Aziz ar-Rantisi sama seperti mana-mana keluarga Palestin muslim yang lain. Hubungan biasa. Beliau menemui keluarga saya untuk meminang saya dan kami menerima pinangan tersebut. Saya telah dapat merasai wujudnya peranan yang akan dimainkan oleh seorang wanita muslim secara umum dan peranan isteri seorang pegawai perubatan dan ahli politik secara khusus. Tugas saya bukan sekadar untuk berpakaian cantik dan berhias. Tetapi saya telah pun menyediakan diri saya untuk memainkan peranan yang akan dituntut dari saya. Abu Muhammad adalah seorang pegawai perubatan. Beliau sibuk berulang alik dari hospital ke klinik dan wad kecemasan. Saya tidak pernah mencemuhnya jika dia tidak berada di rumah sebaliknya saya menganggap itu semua sebagai jihad. Saya mesti bersabar dan menyediakan kerehatan dan kebahagian ketika beliau masuk ke rumah dan bukannya mencemuh atau membebel. Pada waktu itu, Dr. Abd Aziz belum bergiat aktif di dalam amal politik. Beberapa tahun selepas itu beliau bergabung dengan HAMAS dan seluruh waktunya selepas itu adalah untuk amal politik. Saya mengambil tanggungjawab mentarbiah anak-anak. Peranan yang saya mainkan ini banyak meringankan beban Dr. Abd Aziz ketika beliau di dalam tahanan, dibuang daerah, di dalam buruan dan selepas itu menemui syahid.

Soalan:

As-Syahid ar-Rantisi pernah dibuang daerah dan menjadi buruan sebelum menemui syahid. Moga-moga Allah merahmatinya. Itu adalah kehidupan seorang mujahid yang dipenuhi dengan ujian. Bagaimana dengan keadaan ketika beliau di dalam tahanan?

Rasya:

Ketika beliau di dalam tahanan, kami sentiasa berhubung dengan beliau. Samada dengan menziarahinya atau melalui surat-surat yang dikirim melalui persatuan Palang Merah atau melalui pemuda-pemuda yang dibebaskan dari tahanan. Ini sama seperti tahanan-tahanan yang lain. Beliau mengingatkan saya prinsip “Berilah peringatan sesungguhnya peringatan itu bermenfaat bagi orang-orang beriman.” (Az-Zariyyat: 55). Sesungguhnya itu memainkan peranan yang besar kepada saya untuk terus teguh mendidik anak-anak. Saya tidak pernah selama-lamanya berasa terputus dari dunia Dr. Abd Aziz.

Soalan:

Apa perasaan Puan selepas satu cubaan membunuh ar-Rantisi gagal sebelum ini?

Rasya:

Kamu bertanya kepada saya tentang perasaan saya. Percayalah, pada waktu itu saya menyiapkan perasaan saya untuk menghadapi apa yang akan berlaku selepas itu. Saya tidak berhenti setakat melihat peristiwa itu sahaja. Berita itu sampai kepada saya di tempat kerja. Pengurus menghubungi saya selepas mengetahui kisah tersebut dan bertanya: “Apa yang Puan mahu kami lakukan untuk Puan?” Saya menjawab: “Saya mahu pulang ke rumah dan menyambut orang ramai yang akan datang mengucapkan selamat.” Dengan keyakinan diri yang tinggi, itulah yang saya lakukan.

Soalan:

Bagaimana dengan detik pertemuan semula dengan Dr. Abd Aziz selepas cubaan membunuh tersebut?

Rasya:

Ia adalah pertemuan yang biasa. Ini kerana saya yakin bahawa apa yang akan menimpa saya tidak akan meleset dan apa yang ditakdirkan tidak menimpa saya, ia tidak akan berlaku. Keimanan yang sedemikian menjadikan kita tidak bergembira berlebihan. Kita mengetahui bahawa itu adalah ketentuan Allah dan wajib ke atas kita untuk mensyukuriNya. Saya tahu bahawa ketika Allah menyelamatkan suami saya, itu hanyalah untuk satu tempoh waktu yang terlalu pendek dan untuk menyiapkannya memikul peranan yang akan dipikulnya. Dia mesti menyempurnakan risalah tersebut sebelum ajal menemuinya. Percayalah perasaan ini menjadikan diri saya kuat. Ini tidak bermakna bahawa kewujudan dan kehilangan Dr. Abd Aziz tidak memberi kesan kepada diri saya. Sebaliknya ini adalah keimanan kepada takdir Allah.

Soalan:

Ar-Rantisi menemui syahid selepas cubaan membunuhnya kali ketiga. Bagaimana perasaan Puan ketika hari nahas tersebut?

Rasya:

Berkaitan dengan peristiwa pembunuhan tersebut; Allah memilih Dr. Abd Aziz untuk menjadi syahid. Kamu bertanya kepada saya tentang perasaan saya. Saya katakan di sini bahawa saya cukup terkesan. Saya tidak mengatakan bahawa jiwa saya keras. Saya cukup terkesan ketika saya mengetahui bahawa suami saya berada di ICU dan ketika saya tahu bahawa peluru itu ditujukan kepada Dr. Abd Aziz. Tetapi saya telah menyiapkan diri selepas saya tahu bahawa beliau adalah sasaran serangan tersebut dan beliau sekarang ini berada di ICU. Selepas itu saya tidak mengambil sikap menunggu sahaja berita kematiannya. Sebaliknya saya mengambil wudhu’ dan memakai pakaian yang sesuai untuk menyambut orang ramai yang akan datang menenangkan saya. Saya menunaikan sembahyang Isyak dan berdoa kepada Allah agar meneguhkan saya dan anak-anak di atas syahidnya Abu Muhammad.

Soalan:

As-Syahid ar-Rantisi tidak pernah hilang dari ingatan. Apakah kenangan bersama as-Syahid yang paling Puan ingati?

Rasya:

Kehidupan Dr. Abd Aziz keseluruhannya adalah kenangan. Apakah ada kesakitan yang akan dirasai lebih dari perasaan kehilangan suami kamu ketika dia di dalam tahanan; samada ketika penjajahan atau di zaman pemerintahan Pihak Berkuasa Palestin? Saya masih ingat di dalam salah satu siri penahanan yang berlaku kepada Dr. Abd Aziz. Ketika itu dia dalam perjalanan balik ke rumah. Kebiasaannya dia akan menalipon saya dalam perjalanan balik ke rumah dan memberitahu bahawa dia sekarang berada di tempat sekian sekian. Ketika dia sampai pintu rumah, saya tidak menyedari bahawa ketika itu pihak berkuasa sedang menunggunya. Waktu ketika itu adalah pukul 11 malam. Mereka menahannya. Mereka tidak memberinya peluang langsung untuk masuk ke dalam rumah untuk memberitahu saya bahawa dia akan dibawa ke tahanan. Ini bukanlah satu pengalaman yang mudah bagi saya.

Soalan:

As-Syahid dikenali sebagai seorang yang sungguh periang. Bagaimana dengan kenangan manis bersama Dr. Abd Aziz?

Rasya:

Dr. Abd Aziz adalah seorang yang periang dan ceria. Nampak keceriaannya kepada sesiapa sahaja yang berinteraksi dengannya. Maka sudah tentulah ia juga dirasai oleh ahli keluarganya. Pada satu hari saya menghukum anak saya perempuan setelah saya bersungguh-sungguh memintanya untuk melakukan sesuatu. Saya memukulnya dengan tepung yang diuli. Pukulan itu tidak kuat tetapi ia meninggalkan kesan psikologi pada anak perempuan saya. Ketika Abu Muhammad pulang, saya menceritakan peristiwa itu. Saya memintanya untuk merawat perasaan anak kami. Kami duduk bersama sekeluarga. Dr. Abd Aziz mula menjernihkan suasana. Beliau mengarang satu syair secara spontan:

Jangan hairan wahai saudaraku
Dengarlah kisahku ini
Akulah akulah
Orang yang kulitnya disaluti tepung

Wasiat Al Banna: Bacalah Al Quran...

Sunday, May 17, 2009 0 comments


“Bacalah al-Quran,tatapilah buku-buku ilmu,pergilah ke majlis-majlis ilmu,dan amalkanlah zikrullah dan janganlah membuang masa dalam perkara yang tiada memberi faedah (Hasan al-Banna)”


Fokus penekanan dalam wasiat Hassan al-Banna berkenaan dengan Al-Quran, bacaan, zikrullah dan pengisian masa dengan program yang mendatangkan manfaat dan menolak kemafsadan atau disebut sebagai perkara yang bermaslahat.

Al-Quran sebagai rakan karib

Al-Quran merupakan kalamullah yang diturunkan kepada Rasulullah pada 17Ramadhan di gua Hira’ ketika rasulullah beruzlah dari kepompong kejahilan masyarakat Arab jahiliyyah. Proses penurunan al-Quran berlaku melalui penyimpanan kalamullah di Luh Mahfuz, diturunkan baitul ‘Izzah, seterusnya ke BaitulHaram dan akhirnya diturunkan secara tadarruj (berperingkat) kepada Rasulullah SAW. Al-Quran merupakan sumber rujukan yang paling utama sebagaimana disebut oleh Rasulullah :

” Aku tinggalkan kepada kamu dua perkara jika kamu berpegang padanya kamu tidak akan sesat selama-lamanya iaitu Al-Quran dan Assunnah”

Al-Quran mengandungi manhaj lengkap dalam kehidupan manusia dan bersesuaian dengan zaman meliputi unsurfront_cover_preview.jpegbayyinah (penerangan) dalam Al-Quran iaitu taghrib (nikmat dan ganjaran), tarhib(ancaman), tamsil (penceritaan sejarah) dan masail (permasalahan). Imam Al-Banna telah mendoktrin Ikhwanul Muslimin melalui prinsip Ikhwan antaranya ” Al-quran dusturuna” iaitu Al- Quran adalah perlembagaan kami.Al-Quran menjadi asas kepada pergerakan harakah Islamiyyah dari dahulu hingga kini, setiap perancangan tanzim hendaklah didasarkan dan dipandu oleh dasar Al-Quran. Melalui itulah, penggunaan elemen dan sumber lain dalam usul fiqh seperti istihsan, masalih mursalah dan al-uruf yang lebih bersifat semasa dipertimbangkan untuk kemaslahatan umat.Amalan bacaan dan pengkajian kandungan Al-Quran hendaklah dijadikan amalan umat Islam, seperti yang digunapakai dan diamalikan oleh golongan terdahulu seperti golongan qaedah sulbah Rasulullah saw.

“Sesungguhnya al-Quran adalah sumber asli lautan ilmu,sumber hidayah kepada anda dan saya.Bacalah al-Quran, kelak ia memberi syafaat.Sentiasalah membaca, menghafal dan cuba hayati mesej arahannya” ( Hassan Al-Banna)

Kelebihan dan mukjizat Al-Quran :

* Gaya bahasa dan susunan kata yang tiada bandingannya
* Realistik dan bersesuaian sepanjang zaman
* Mukjizat teragung kepada Rasulullah saw
* Konklusi kepada keseluruhan kitabullah terdahulu iaitu Zabur, taurat dan Injil
* Sumber keilmuan utama umat Islam, sumber qat’ie ulama’ dalam berhujah dan berijtihad.
* Dan lain-lain lagi kelebihan yang tidak disebut penulis.

Keilmuan budaya pendakwah

Menurut Dr Karim Zaidan didalam bukunya Usul Addakwah menekankan unsur ilmu sebagai elemen khususi yang diperlukan oleh Pendakwah lantaran elemen dakwah terdiri dari tiga perkara iaitu : daei (pendakwah) , Mad’u ( golongan sasaran/ market), dan Maudhu’ ( tajuk/ ilmu yang ingin disampaikan). Imam al-Banna menyeru supaya pemuda pemudi Islam mengisi masa dengan pembudayaan ilmu dengan penyertaan yang aktif melalui majlis keilmuan samada ceramah, seminar, musyafahah watalaqqi , pembacaan dan pengkajian. Hayatilah firman Allah dalam Al-mujadalah (ayat 11).

Pengkajian dan penghayatan ilmu serta zikrullah mampu untuk membuka mata hati. Ianya akan membawa manusia kepada keyakinan yang tinggi kepada Allah serta mampu sanggup melaksanakan rubu’ Islam: Ibadah, Jinayat, Munakahat dan Muamalat. Keyakinan itu ialah menurut Ibnu Taimiyyah ;

* Ilmu yakin : Sesuatu yang didapati melalui pendengaran, pengkhabaran, perbandingan dan pemerhatian.
* Ainul yakin : Sesuatu yang diperolehi melalui apa yang disaksi dan dilihat dengan mata kepala sendiri
* Hakkul Yakin: Sesuatu yang diperolehi bilamana ia sendiri yang terlibat,merasai dan mengetahuinya melalui pengajaran yang diambil.
banna1.jpg

Zikrullah Mainan Lisan

Secara umumnya zikir berasal dari al-zikr yang membawa maksud mengingati. Dalam Istilah syara’ menyebut zikir adalah satu amalan/perbuatan melalui elemen qalbi (hati), qawli (kata-kata) dan fi’li (amal perbuatan) yang menjurus kepada mengingati Allah dan menyedarikeberadaan Allah memerhati dan melihatnya. Maklum diketahui bahawa penglihatan Allah mempunyai sifat melihat dengan tiada mata yang meliputi alam ‘ulwi dan alam sulfi. Sewajibnya setiap gerak langkah dan amalan seharian kita bertunjangkan pemfokusan kepada Allah,itulah disebut ibadah,yang meliputi keseluruhan hidup manusia melalui ibadah umum (sifat dan amalan manusiawi) dan ibadah khusus ( amalan melambangkan taabud kepada Allah).

“Selalu berzikir, berzikir dan terus berzikir!!! Disini ada ketenteraman,disini ada kedamaian, Jadilah hamba yang sejahtera” ( Hassan Al-Banna)

 
Tarbiyah Pewaris © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum