Sekularisma dan Akhlaq
Demikianlah sikap sekularisma terhadap akidah dan ibadah, kini akan anda ketahui bagaimana sikapnya terhadap akhlak.
Pada awal langkahnya barangkali sekularisma tidak menjadi tentangan bagi akhlak Islam, bahkan mungkin menyambutnya dan menyerukannya dengan menganggap akhlak adalah tiang masyarakat, pilar beragama dan kebangkitan, dan bahawa manusia yang memiliki akhlak adalah sumber kemajuan dan pembuat peradaban.
Apa yang dilukiskan oleh Syauqy dalam baitnya yang cukup terkenal tidak kita jumpai dalam bait penyair zaman kita sekarang.
Kata Syauqiy,
Bangsa-bangsa akan tetap jaya selama punya akhlak
Bila akhlak mereka rusak Mereka pun hancur binasa
Begitulah secara umum sikap sekularisma terhadap akhlak sama dengan sikap Islam.
Tetapi apabila kita telusuri lebih jauh, kita akan menemukan perbezaan ketara antara keduanya di dua tempat:
1: Dalam hal hubungan antara dua jenis.
Akhlak Islam berbeda dengan moraliti peradaban Barat yang diikuti oleh sekular sejengkal demi sejengkal. Islam sekali pun tidak menuntut dan tidak membiarkan naluri ini atau nenganggapnya kotor pada dzatnya bahkan mengarahkan penyalurannya melalui ikatan perkawinan yang sah, yang dengannya kedua pasangan (suami isteri) menemukan mawaddah (cinta kasih), ketenangan dan rahmat dan darinya lahirah sebuah keluarga yang merupakan batu-bata masyarakat yang maju.
Islam mengharamkan segala bentuk hubungan seks di luar aturan dan menganggap perbuatan tersebut adalah zina yang sangat dibenci oleh Allah SWT dan dapat menyebarkan kerusakan dan dekadensi di masyarakat,
"Dan janganlah kamu dekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji, dan suatu jalan yang buruk. " Al-Isra : 32
Islam juga mengharamkan semua jalan yang mendorong atau memudahkan orang berbuat zina. Oleh karena itu, Islam mendidik mukmin untuk bersifat Iffah (memelihara kesucian diri), Ihsan (membentengi diri dari perbuatan keji), dan Ghaddu Al-Bashar (menundukkan pandangan), sebagaimana Allah SWT berfirman,
"Katakanlah kepada laki-laki yang beriman hendaklah mereka menundukkan pandangannya (ghaddul-Bashar), dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Katakanlah kepada wanita yang beriman: Hendaklah mereka menundukkan pandangannya dan memelihara kemaluannya ..." An-Nuur 24: 30-31
Islam mewajibkan wanita Muslimah untuk selalu malu, berwibawa dalam berpakaian, dalam bicara dan gerak,
"Maka janganlah kamu melemah-lembutkan dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik. " Al-Ahzaab: 32
"Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya ... Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan mereka yang mereka sembunyikan . . . " An-Nuur: 31
Sebagaimana Islam telah mengharamkan laki-laki berdua-duan dengan wanita yang bukan mahramnya dan mengharamkan wanita bepergian sendirian terutama ketika tidak aman.
Hukum dan aturan-aturan Islam seperti ini tidak disenangi oleh sekularisma yang memandang asing hal ini dan yang melihat laki-laki dan perempuan bebas melakukan hubungan seks atas dasar bahwa hal itu masuk ke dalam "kebebasan pribadi" .
Topik ini termasuk persoalan prinsip yang menjadi ruang pertarungan antara Islam dan sekularisma. Islam menutup rapat semua pintu yang dapat dimasuki angin fitnah mulai dari nyanyian percintaan, gambar-gambar telanjang dan yang merangsang, cerita yang membangkitkan berahi dan hawa nafsu serta pakaian yang telus. Islam memerangi setiap bentuk tabarruj dan pertemuan bebas antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram.
Islam menaruh perhatian besar dalam memecahkan permasalahan perkawinan dan memberikan jalan keluar dalam menghadapi berbagai rintangan untuk menuju perkawinan tersebut, agar manusia merasa cukup hanya dengan yang halal.
Sementara sekularisma memandang semuanya ini bukan masalah.
Sekularisma menganggap tidak mengapa kita memberikan kesempatan bagi dua lawan jenis untuk bersenang-sedang sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat modern sekarang.
Sekularisma memandang sikap Islam ini adalah kolot dan suatu pengekangan kebebasan, sedang para da'inya dianggap "orang-orang fanatik dan kolot" yang membesar-besarkan masalah hubungan seks.
Para juru dakwah itu disalahkan padahal mereka hanya menghalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah. Mereka hanya mengakui syariat Allah. Apakah seorang Muslim yang keislaman nya benar rela terhadap anggapan sekularisma ini?
2: Orang-orang sekular tidak menginginkan akhlak itu diikat dengan agama.
Mereka ingin akhlak tegak diatas dasar falsafah, ilmu atau hasil karya yang tidak ada hubungannya dengan agama. Akhlak atau moral agama menurut orang sekular memiliki kecacatan, sedang akhlak atau moral modern itu baik dan lurus.
Sedang para pemikir dan aktivis Islam menyatakan bahwa akhlak manakala dipisah dari agama, baik nilainya, tanggung jawab, balasan, motivasi dan tujuannya, maka akhlak tersebut tidak akan memberi kesan bagi kehidupan individu dan masyarakat.
Seorang hakim Inggeris berkata tentang masalah skandal dan kerosakan moral dan ekonomi, tuturnya,
"Tanpa undang-undang bangsa akan kacau, tanpa akhlak undang-undang tidak akan tegak, dan tanpa iman akhlak akan lenyap. "
Di antara moraliti atau perilaku yang di dalamnya terdapat perbezaan antara Islam dan sekularisma adalah masalah jilbab. Sekalipun masalah ini menyangkut kebebasan peribadi dalam beragama tetapi kenyataannya bagi sekularisma masalah ini tetap menjadi persoalan di banyak negara Islam dan Barat sendiri.
Di Turki misalnya, mereka melarang pemudi muslimah memakai jilbab atau tutup kepala baik di sekolah-sekolah, universiti-umversiti maupun di tempat lainnya. Protes dan demo terus-menerus dilancarkan oleh para pelajar dan mahasiswa menuntut diperbolehkannya jilbab dan tutup kepala.
Bahkan di Tunisia lebih dahsyat lagi. Wanita yang berjilbab dilarang masuk sekolah atau kampus dan tidak diterima menjadi pegawai atau karyawati suatu instansi atau pejabat pemerintahan bahkan wanita yang berjilbab atau yang mengenakan tutup kepala dilarang untuk memasuki rumah sakit pemerintah untuk berobat atau untuk melahirkan. Sementara pemandu teksi diberi peringatan untuk tidak mengambil penumpang wanita yang berjilbab. Sehingga wanita Muslimah yang memakai jilbab tersisih dan terboikot serta tertindas dalam berbagai lapangan pada waktu yang sama wanita yang bertabarruj yang mempamerkan tubuhnya diberi kebebasan sebebas-bebasnya.
Tidaklah heran jika hal ini merebak ke Perancis, negeri yang dijuluki oleh mereka sebagai "induk kemerdekaan".
Kita lihat sekularisma liberal disitu melarang para pelajar Muslimah masuk kelas jika mereka memakai jilbab sehingga mereka yang beriltizam terhadap jilbab terpaksa harus belajar di rumah. Namun setelah itu undang-undang Perancis membolehkannya. Tetapi ada satu masalah di negeri itu, yaitu undang-undang di negeri itu menetapkan keputusan hanya terbatas kepada setiap masalah yang dihadapi tanpa peraturan atau standard.
Penulis pernah berdebat dengan para tokoh Perancis yang keras dalam salah satu konferensi mengenai ini, namun penulis tidak menemukan alasan kuat untuk melarang para siswi berjilbab itu.
Oleh: Dr Yusof al Qardhawi
0 comments:
Post a Comment