Video

Sekularisma dan Ibadah

Tuesday, May 5, 2009

Sekularisma dan Ibadah

Sekularisma boleh jadi menerima Islam sebagai ibadah dan kegiatan seremonial sebagai jalan mendekatkan diri kepada Allah atas dasar bahwa hal itu merupakan bahagian dari kebebasan beragama.

Tetapi mereka (orang-orang sekular) tidak menjadikan ibadah ini memiliki kepentingan dan makna. Ibadah hanya kulitnya saja, padahal ibadah merupakan tugas pertama manusia,

"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah (menyembah Aku). " Adz-Dzaariyaat: 56

Sekularisma tidak menegakkan sistem dan undang-undang pendidikan, kebudayaan dan penerangan diatas dasar makna ibadah agar hasilnya dapat dirasakan.

Padahal Umar bin Abdul-Aziz Radhiyallahu 'Anhu berpesan kepada para pegawainya agar memperhatikan perintah shalat, karena orang yang menyia-nyiakan atau mengabaikannya tentu akan lebih mengabaikan yang lain.

Sekularisma tidak menyusun kehidupan sosial dan ekonomi dengan suatu susunan yang memudahkan seorang Muslim untuk melaksanakan ibadah dengan tenang tanpa gangguan dalam peruntukan undang-undang, peraturan dan waktu kerja, atau belajar dan sejenisnya tidak bertentangan dengan waktu ibadah yang difardhukan.

Al Quraan Al Karim telah menyuruh kita memelihara shalat, sekalipun kita sedang perang dan dalam ketakutan. Allah Ta'ala berfirman,

"Peliharalah seluruh shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusta. Berdiri lah karena Allah (dalam shalat mu) dengan khusyu'. Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalat lah sambil berjalan atau berkendaraan. " Al-Baqarah: 238-239

Yakni ketika dalam keadaan takut, shalat lah kamu sambil jalan kaki atau berkendaraan sesuai kemampuan sekali pun meninggalkan ruku' dan sujud atau tidak menghadap kiblat. Ini menunjukkan bahwa betapa perhatian din ini terhadap shalat.

Al Quraan juga mengatur cara shalat berjamaah ketika perang pada saat tentera Muslimin menghadapi musuh dan tidak mungkin meninggalkan medan pertempuran. Mereka shalat berjamaah dengan seorang imam terutama jika imam shalat tersebut adalah pemimpin tertinggi seperti Rasulullah saw dan pemimpin umat ini setelah beliau. Allah SWT berfirman kepada rasul-Nya,

"Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabat mu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) beserta kamu dan menyandang senjata, kemudian apabila mereka (yang shalat beserta mu) sujud (telah menyempurnakan shalat), maka hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalat lah mereka bersama kamu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. Orang-orang kafir ingin supaya kamu lengah terhadap senjata mu dan harta benda mu kemudian mereka menyerbu kamu dengan sekaligus. Dan tidak ada dosa atasmu meletakkan senjata-senjatamu jika kamu mendapat sesuatu kesusahan karena hujan atau karena kamu sakit, dan siap siagalah kamu. Sesungguhnya Allah telah menyediakan azab yang menghinakan bagi orang-orang kafir itu. " An-Nisa: 102

Wajib bagi daulah (pemerintah) Islam untuk membangun masjid yang memadai untuk ibadah shalat ini sesuai dengan yang diperlukan, selain juga harus menyiapkan para imam dan khathib serta muadzdzin dan berbagai sarananya yang menunjang.

Perhatian khusus seperti ini sungguh jauh dari sekularisma.

Sekularisma juga tidak menjadikan komitmen terhadap agama dan tekun ibadah sebagai kriteria yang diutamakan bagi calon pemimpin atau pemegang jabatan penting karena sekularisma beralasan bahwa perilaku pribadi dan perilaku sosial seseorang adalah berbeda, padahal Islam tidak mempunyai pandangan seperti ini.

Selain itu sekularisma tidak memandang orang yang meninggalkan ibadah yang tergolong rukun Islam sebagai suatu perbuatan dosa apatah lagi menyatakan bahwa orang tersebut harus mendapat tindakan sebagaimana para fuqaha berijmak tentang hukum orang yang meninggalkan shalat atau yang enggan menunaikan zakat atau yang tidak mahu puasa.

Para fuqaha itu sepakat bahwa orang yang meninggalkan ibadah-ibadah ini karena mengingkari hukum wajibnya atau karena meremehkannya adalah tergolong orang yang kafir, lantaran ia ingkar terhadap agama yang telah diketahui bersama kedudukannya.

Sementara terhadap ibadah zakat yang merupakan tiang ekonomi masyarakat dan salah satu rukun Islam, sekularisma tidak memandangnya sebagai bahagian dari undang-undangnya dalam hal kepemilikan, perekonomian dan sosial yang harus diambil dari orang-orang kaya, dan diberikan kepada orang-orang miskin melalui amil.

Sekularisma bahkan memandangnya sebagai ibadah peribadi yang boleh dijalankan dan boleh ditinggalkan. Padahal Al-Quraan Al-Karim telah menentukan hamba-hamba Allah yang berhak mendapat pertolongan-Nya ialah sebagaimana yang Dia firman kan,

"(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka dimuka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, . .. . " Al-Hajj : 41

Oleh: Dr Yusof al Qardhawi

0 comments:

 
Tarbiyah Pewaris © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum