Segala puji bagi Allah, selawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Saw., kepada keluarga, dan para sahabatnya.
Allah Swt berfirman,
“Dan sungguh telah Kami muliakan anak-anak Adam (manusia), Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik. Dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra': 70).
Dalam rangka mentaati perintah Allah untuk berjalan di muka bumi dan mengambil pelajaran darinya, maka kita dapat mengamati bahawa keadaan kemanusiaan di abad 21 ini sangat memprihatinkan. Sehingga kerosakan terjadi di darat dan lautan, kerana perbuatan tangan manusia.
Perbezaan berakhir dengan penyiksaan, bahkan pembunuhan. Senjata menjadi bahasa dialog antara manusia. Ini semua mengganti nilai-nilai Islami yang Allah serukan, seperti ta‘âruf (saling mengenal), ta‘âwun (tolong-menolong), hidup bersama, sebagaimana firman-Nya,
“Wahai sekalian manusia, sungguh Kami telah menciptakan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal satu sama lain. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian." (QS. Al-Hujurat: 13).
Saat ini, kemanusiaan juga telah jauh dari fitrah yang Allah tetapkan. Nilai telah hilang, sehingga manusia tidak lagi memuliakan manusia lainnya.
Maksud dari "kemanusiaan" di sini adalah, kaedah dasar interaksi antara sesama manusia yang Allah tetapkan, untuk menjalankan tujuan penciptaan manusia, iaitu sebagai khalifah Allah di muka dunia; menegakkan syariat Islam dan memakmurkan dunia yang merealisasikan tujuan agung ketuhanan...
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di atas muka bumi..." (QS. Al-Baqarah: 30).
Oleh kerana itu, manusia memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Syariat Islam hadir untuk menjaga kemanusiaan; menjamin hak-haknya, memperbaiki keadaan hidupnya, dan memudahkan segala urusannya di dunia. Untuk itu, Allah Swt. menundukkan segala sesuatu untuk manusia, sebagaimana firman-Nya,
“Dan Allah telah menundukkan bagi kalian malam dan siang, matahari, bulan, dan bintang dengan titah-Nya. Sesungguhnya pada semua itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami. (QS. An-Nahl: 12).
Selain itu, Islam juga mengandung Maqâshid Al-Syarî‘ah (tujuan-tujuan utama Syariat) untuk menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, demi menjaga kehidupan dan kemuliaan manusia.
Di antara bentuk pemuliaan Allah terhadap manusia juga adalah, Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna, sebagaimana firmannya,
"Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna." (QS. Al-Tin: 4).
Bahkan Allah mengaitkan manusia dengan Dzat-Nya Yang Maha Tinggi, sebagaimana firman-Nya,
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku menciptakan manusia dari tanah. Dan apabila Aku telah menciptakannya dan meniupkan ruh milik-Ku ke jasadnya, maka sujudlah kalian kepadanya'. Kemudian seluruh malaikat sujud padanya. Kecuali Iblis, ia berlaku sombong dan ia tergolong kaum yang kafir." (QS. Shad: 71-74).
Dari dasar Islam yang sangat memuliakan manusia ini, maka lahirlah sebuah nilai yang tinggi, iaitu seluruh manusia sama dalam syariat, kerana seluruh manusia berasal dari keturunan yang sama, iaitu dari Adam dan Hawa. Allah Swt. berfirman,
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakanmu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak... (QS. Al-Nisa: 1).
Nilai-nilai Apa yang Mereka Serukan?
Itulah nilai-nilai Islam yang pernah menguasai dunia lebih dari seribu tahun. Pada masa di mana Khilafah Islamiyah menjadi satu-satunya kiblat dunia dalam ilmu, akhlak, syariat, dan pola fikir. Sedangkan Barat pada masa itu masih menjalani kehidupan terbelakang dan menerapkan hukum rimba.
Ketika memasuki zaman Renaissance di Eropah pada abad pertengahan, Barat mulai mempelajari peradaban Islam, baik secara ilmu mahupun pemikiran. Saat itu, orang-orang mengira bahawa dunia akan menuju kedamaian dan saling tolong-menolong. Mensinergikan ruh dan akal. Akan tetapi, ternyata yang lahir dari "peradaban" Barat justeru peraturan yang bertentangan dengan fitrah manusia. Bahkan bertentangan dengan nilai yang Allah tetapkan.
Di antara nilai peradaban Barat yang bertentangan dengan fitrah itu adalah, menjadikan keuntungan kebendaan sebagai dasar dan satu-satunya timbangan menghukumi segala sesuatu. Sehingga tersebarlah keburukan. Seluruh saranan dibolehkan untuk merealisasikan keuntungan kebendaan bagi manusia.
Logik kebendaan materialistik itulah yang menjadi sandaran perkembangan penjajahan Eropah dan Amerika selama 6 abad terakhir. Mereka menghalalkan merampas kekayaan "masyarakat terbelakang". Bahkan, mereka menjual masyarakat itu sendiri di pasar perbudakan. Ratusan juta jiwa yang Allah muliakan dipaksa bekerja di pertanian dan perindustrian "peradaban Barat."
Peperangan pun semakin bermaharajalela. Negara-negara non-Barat semakin terbelakang setelah beberapa abad imperialisme Barat. Muncullah masyarakat dan negara yang tidak mengetahui makna kedamaian. Tidak tahu jalan menuju peradaban. Semua ini setelah mereka dipaksa tunduk pada Barat, untuk menjadi pasar tempat menjual hasil-hasil perindustrian dan pertanian Barat, dan untuk menggerakkan pertukaran wang raksasa yang dibangun Yahudi pada abad ke-XVII di AS, dan untuk menjaga dari tersekatnya bahan mentah bagi negara-negara Barat.
Kekuasaan nilai kebendaan, pragmatisme, menjauhkan manusia dari agama Allah, semua ini berperanan besar dalam mengukuhkan penjajahan, yang mengembalikan manusia ke zaman hukum rimba dan perbudakan. Sedangkan istilah-istilah seperti persaudaraan manusia dan tolong-menolong, sangat jauh dari kamus interaksi antara manusia.
Lumpur semakin menghitam dan kebakaran semakin berkobar, ketika pelbagai kepentingan Barat dengan kapitalismenya bertemu dengan kepentingan dan ketamakan projek Zionisme di Dunia Islam. Pertumpahan darah semakin merata di muka bumi. Foto-foto para pelarian dan orang-orang terlantar mendominasi berita tentang umat kita, akibat kecongkakan global serta kediktatoran dan kerosakan dalaman umat.
Kemanusiaan Perlu Penyelamat
Kini, kemanusiaan di bawah kepemimpinan Barat atas dunia sangat memprihatinkan. Aliran darah, kemiskinan, dan kelaparan melebar ke seluruh penjuru dunia akibat nilai pragmatis yang berdasarkan kepentingan kebendaan. Kemanusiaan memerlukan konsep yang mampu menyelamatkannya, menjaga kehidupan, harta, dan menyelamatkan kehormatan yang masih tersisa.
Konsep penyelamat kemanusiaan ada pada Islam. Tidak ada agama yang sangat menjunjung tinggi kemanusiaan selain Islam. Bukan sekadar kata, slogan, atau cita-cita semata, melainkan telah terbukti dalam sejarah. Pengalaman dari sebuah negara terbesar sepanjang sejarah.
Dalam akidah Islam, Rasulullah telah meletakan batu asas persaudaran, persamaan, dan keadilan, sehingga baginda bersabda:
"Wahai sekalian manusia, ingatlah sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu dan bapak kalian adalah satu. Sungguh tidak ada keutamaan Arab atas non-Arab, non-Arab atas Arab, kulit merah atas hitam, dan kulit hitam atas merah, kecuali dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad).
Dalam khutbah Haji Widâ‘, Rasulullah meletakkan dasar interaksi sesama manusia yang sangat tinggi, iaitu memuliakan manusia dan apa yang ia miliki. Rasul bersabda,
"Wahai sekalian manusia, dengarlah ucapanku. Sungguh aku tak tahu, boleh jadi aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tahun-tahun mendatang. Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahawa harta dan darah kalian adalah haram (suci) hingga kalian bertemu Allah, sebagaimana sucinya hari kalian ini, sucinya bulan kalian ini." (HR. Ibnu Ishaq).
Islam juga merupakan agama akhlak dan nilai yang menjaga kemanusiaan. Rasul bersabda,
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemulian akhlak..." Inilah nabi kita, dan inilah agama kita.
Bukti sejarah Islam sebagai penyelamat manusia ini tidak hanya pada masa Rasul, tapi juga setelahnya, kerana Islam merupakan madrasah Rabbani yang membentuk generasi.
Inilah Umar bin Khattab, murid dari madrasah an-nubuwwah. Pada suatu hari, Umar melihat seorang warga tua sedang meminta sedekah di pasar yang ramai. Umar bertanya padanya, "Siapakah Anda wahai orang tua?" Orang tua tersebut adalah seorang Yahudi dari Madinah. Ia menjawab, "Saya seorang yang telah terlalu tua. Saya memerlukan jizyah (pajak) dan nafkah." Maka Umar menjawab, “Sungguh kami tidak berlaku adil padamu wahai orang tua. Kami mengambil jizyah darimu di masa muda dan membiarkan dirimu terlunta-lunta di masa tua.”
Lalu Umar membawa orang tua tersebut ke rumahnya, kemudian menghidangnya makanan. Setelah itu Umar mengutus seseorang menuju ke Baitul Mal dan berkata, “Berikanlah orang tua ini dan orang-orang sepertinya keperluan yang memenuhi keperluan dirinya dan keluarganya.”
Dari kisah di atas, Umar r.a. menunjukkan bahawa Islam adalah rahmat dan keadilan bagi pemimpin mahupun rakyat. Masih banyak kisah lainnya yang serupa. Inilah agama Islam yang mana pihak yang membencinya dikesankan dengan kejam dan kesan negatif lainnya. Sedangkan apa yang terjadi pada anak-anak Gaza, Palestina, Irak, Afghanistan, dan lainnya dianggap sebagai "kasih sayang" hukum antarabangsa”.
Wahai Kaum Muslimin Dimanapun Anda Berada
Sungguh amanah yang Anda pikul sangat berat. Setiap kita dituntut untuk optimamkan usaha sesuai posisinya, baik da’ie, politikus, ulama, wartawan, mahasiswa, pengusaha, petani, dan lainnya.
Hendaklah setiap kita melihat kembali situasi sekitarnya. Hendaklah kembali ke agama yang benar. Mengembalikan nilai-nilai Islam sebagaimana Allah turunkan. Rambu-rambu kehidupan yang komprehensif. Bukan hanya akidah, ibadah, dan muamalat saja, akan tetapi seluruh sisi kehidupan manusia. Maka terapkanlah ajaran Islam secara kaffah.
Wahai sekalian manusia... berimanlah kepada Allah, Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan Hari Akhir. Perbaikilah hubungan sesama manusia. Wahai sekalian anak-anak, perbaikilah hubungan dengan orang tua, keluarga, dan kerabat dekat. Kerana sesungguhnya memperbaiki hubungan sesama manusia adalah ibadah yang agung dan sangat mulia.
Tunaikanlah amanah-amanah secara adil...
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (QS. An-Nisa': 58).
Bersungguh-sungguhlah dalam kerja kalian. Rasulullah bersabda,)
"Sesungguhnya Allah mencintai seseorang hamba yang bersungguh-sungguh dalam berkerja.”
Islam tidak hanya memperbaiki umat Islam saja, akan tetapi juga menyelamatkan kemanusiaan secara utuh.
Wahai hamba-hamba Allah, renungkanlah firmah-Nya,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. Al-Shad: 150)
Risalah dari Dr. Muhammad Mahdi Akif, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin
10/12/2009 | 22 ZulHijjah 1430 H
Allah Swt berfirman,
“Dan sungguh telah Kami muliakan anak-anak Adam (manusia), Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik. Dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al-Isra': 70).
Dalam rangka mentaati perintah Allah untuk berjalan di muka bumi dan mengambil pelajaran darinya, maka kita dapat mengamati bahawa keadaan kemanusiaan di abad 21 ini sangat memprihatinkan. Sehingga kerosakan terjadi di darat dan lautan, kerana perbuatan tangan manusia.
Perbezaan berakhir dengan penyiksaan, bahkan pembunuhan. Senjata menjadi bahasa dialog antara manusia. Ini semua mengganti nilai-nilai Islami yang Allah serukan, seperti ta‘âruf (saling mengenal), ta‘âwun (tolong-menolong), hidup bersama, sebagaimana firman-Nya,
“Wahai sekalian manusia, sungguh Kami telah menciptakan kalian dari jenis laki-laki dan perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal satu sama lain. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa di antara kalian." (QS. Al-Hujurat: 13).
Saat ini, kemanusiaan juga telah jauh dari fitrah yang Allah tetapkan. Nilai telah hilang, sehingga manusia tidak lagi memuliakan manusia lainnya.
Maksud dari "kemanusiaan" di sini adalah, kaedah dasar interaksi antara sesama manusia yang Allah tetapkan, untuk menjalankan tujuan penciptaan manusia, iaitu sebagai khalifah Allah di muka dunia; menegakkan syariat Islam dan memakmurkan dunia yang merealisasikan tujuan agung ketuhanan...
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, sesungguhnya Aku hendak menjadikan khalifah di atas muka bumi..." (QS. Al-Baqarah: 30).
Oleh kerana itu, manusia memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam Islam. Syariat Islam hadir untuk menjaga kemanusiaan; menjamin hak-haknya, memperbaiki keadaan hidupnya, dan memudahkan segala urusannya di dunia. Untuk itu, Allah Swt. menundukkan segala sesuatu untuk manusia, sebagaimana firman-Nya,
“Dan Allah telah menundukkan bagi kalian malam dan siang, matahari, bulan, dan bintang dengan titah-Nya. Sesungguhnya pada semua itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memahami. (QS. An-Nahl: 12).
Selain itu, Islam juga mengandung Maqâshid Al-Syarî‘ah (tujuan-tujuan utama Syariat) untuk menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, demi menjaga kehidupan dan kemuliaan manusia.
Di antara bentuk pemuliaan Allah terhadap manusia juga adalah, Allah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna, sebagaimana firmannya,
"Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang paling sempurna." (QS. Al-Tin: 4).
Bahkan Allah mengaitkan manusia dengan Dzat-Nya Yang Maha Tinggi, sebagaimana firman-Nya,
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Sesungguhnya Aku menciptakan manusia dari tanah. Dan apabila Aku telah menciptakannya dan meniupkan ruh milik-Ku ke jasadnya, maka sujudlah kalian kepadanya'. Kemudian seluruh malaikat sujud padanya. Kecuali Iblis, ia berlaku sombong dan ia tergolong kaum yang kafir." (QS. Shad: 71-74).
Dari dasar Islam yang sangat memuliakan manusia ini, maka lahirlah sebuah nilai yang tinggi, iaitu seluruh manusia sama dalam syariat, kerana seluruh manusia berasal dari keturunan yang sama, iaitu dari Adam dan Hawa. Allah Swt. berfirman,
"Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakanmu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak... (QS. Al-Nisa: 1).
Nilai-nilai Apa yang Mereka Serukan?
Itulah nilai-nilai Islam yang pernah menguasai dunia lebih dari seribu tahun. Pada masa di mana Khilafah Islamiyah menjadi satu-satunya kiblat dunia dalam ilmu, akhlak, syariat, dan pola fikir. Sedangkan Barat pada masa itu masih menjalani kehidupan terbelakang dan menerapkan hukum rimba.
Ketika memasuki zaman Renaissance di Eropah pada abad pertengahan, Barat mulai mempelajari peradaban Islam, baik secara ilmu mahupun pemikiran. Saat itu, orang-orang mengira bahawa dunia akan menuju kedamaian dan saling tolong-menolong. Mensinergikan ruh dan akal. Akan tetapi, ternyata yang lahir dari "peradaban" Barat justeru peraturan yang bertentangan dengan fitrah manusia. Bahkan bertentangan dengan nilai yang Allah tetapkan.
Di antara nilai peradaban Barat yang bertentangan dengan fitrah itu adalah, menjadikan keuntungan kebendaan sebagai dasar dan satu-satunya timbangan menghukumi segala sesuatu. Sehingga tersebarlah keburukan. Seluruh saranan dibolehkan untuk merealisasikan keuntungan kebendaan bagi manusia.
Logik kebendaan materialistik itulah yang menjadi sandaran perkembangan penjajahan Eropah dan Amerika selama 6 abad terakhir. Mereka menghalalkan merampas kekayaan "masyarakat terbelakang". Bahkan, mereka menjual masyarakat itu sendiri di pasar perbudakan. Ratusan juta jiwa yang Allah muliakan dipaksa bekerja di pertanian dan perindustrian "peradaban Barat."
Peperangan pun semakin bermaharajalela. Negara-negara non-Barat semakin terbelakang setelah beberapa abad imperialisme Barat. Muncullah masyarakat dan negara yang tidak mengetahui makna kedamaian. Tidak tahu jalan menuju peradaban. Semua ini setelah mereka dipaksa tunduk pada Barat, untuk menjadi pasar tempat menjual hasil-hasil perindustrian dan pertanian Barat, dan untuk menggerakkan pertukaran wang raksasa yang dibangun Yahudi pada abad ke-XVII di AS, dan untuk menjaga dari tersekatnya bahan mentah bagi negara-negara Barat.
Kekuasaan nilai kebendaan, pragmatisme, menjauhkan manusia dari agama Allah, semua ini berperanan besar dalam mengukuhkan penjajahan, yang mengembalikan manusia ke zaman hukum rimba dan perbudakan. Sedangkan istilah-istilah seperti persaudaraan manusia dan tolong-menolong, sangat jauh dari kamus interaksi antara manusia.
Lumpur semakin menghitam dan kebakaran semakin berkobar, ketika pelbagai kepentingan Barat dengan kapitalismenya bertemu dengan kepentingan dan ketamakan projek Zionisme di Dunia Islam. Pertumpahan darah semakin merata di muka bumi. Foto-foto para pelarian dan orang-orang terlantar mendominasi berita tentang umat kita, akibat kecongkakan global serta kediktatoran dan kerosakan dalaman umat.
Kemanusiaan Perlu Penyelamat
Kini, kemanusiaan di bawah kepemimpinan Barat atas dunia sangat memprihatinkan. Aliran darah, kemiskinan, dan kelaparan melebar ke seluruh penjuru dunia akibat nilai pragmatis yang berdasarkan kepentingan kebendaan. Kemanusiaan memerlukan konsep yang mampu menyelamatkannya, menjaga kehidupan, harta, dan menyelamatkan kehormatan yang masih tersisa.
Konsep penyelamat kemanusiaan ada pada Islam. Tidak ada agama yang sangat menjunjung tinggi kemanusiaan selain Islam. Bukan sekadar kata, slogan, atau cita-cita semata, melainkan telah terbukti dalam sejarah. Pengalaman dari sebuah negara terbesar sepanjang sejarah.
Dalam akidah Islam, Rasulullah telah meletakan batu asas persaudaran, persamaan, dan keadilan, sehingga baginda bersabda:
"Wahai sekalian manusia, ingatlah sesungguhnya Tuhan kalian adalah satu dan bapak kalian adalah satu. Sungguh tidak ada keutamaan Arab atas non-Arab, non-Arab atas Arab, kulit merah atas hitam, dan kulit hitam atas merah, kecuali dengan ketakwaan.” (HR. Ahmad).
Dalam khutbah Haji Widâ‘, Rasulullah meletakkan dasar interaksi sesama manusia yang sangat tinggi, iaitu memuliakan manusia dan apa yang ia miliki. Rasul bersabda,
"Wahai sekalian manusia, dengarlah ucapanku. Sungguh aku tak tahu, boleh jadi aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tahun-tahun mendatang. Wahai sekalian manusia, ketahuilah bahawa harta dan darah kalian adalah haram (suci) hingga kalian bertemu Allah, sebagaimana sucinya hari kalian ini, sucinya bulan kalian ini." (HR. Ibnu Ishaq).
Islam juga merupakan agama akhlak dan nilai yang menjaga kemanusiaan. Rasul bersabda,
"Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemulian akhlak..." Inilah nabi kita, dan inilah agama kita.
Bukti sejarah Islam sebagai penyelamat manusia ini tidak hanya pada masa Rasul, tapi juga setelahnya, kerana Islam merupakan madrasah Rabbani yang membentuk generasi.
Inilah Umar bin Khattab, murid dari madrasah an-nubuwwah. Pada suatu hari, Umar melihat seorang warga tua sedang meminta sedekah di pasar yang ramai. Umar bertanya padanya, "Siapakah Anda wahai orang tua?" Orang tua tersebut adalah seorang Yahudi dari Madinah. Ia menjawab, "Saya seorang yang telah terlalu tua. Saya memerlukan jizyah (pajak) dan nafkah." Maka Umar menjawab, “Sungguh kami tidak berlaku adil padamu wahai orang tua. Kami mengambil jizyah darimu di masa muda dan membiarkan dirimu terlunta-lunta di masa tua.”
Lalu Umar membawa orang tua tersebut ke rumahnya, kemudian menghidangnya makanan. Setelah itu Umar mengutus seseorang menuju ke Baitul Mal dan berkata, “Berikanlah orang tua ini dan orang-orang sepertinya keperluan yang memenuhi keperluan dirinya dan keluarganya.”
Dari kisah di atas, Umar r.a. menunjukkan bahawa Islam adalah rahmat dan keadilan bagi pemimpin mahupun rakyat. Masih banyak kisah lainnya yang serupa. Inilah agama Islam yang mana pihak yang membencinya dikesankan dengan kejam dan kesan negatif lainnya. Sedangkan apa yang terjadi pada anak-anak Gaza, Palestina, Irak, Afghanistan, dan lainnya dianggap sebagai "kasih sayang" hukum antarabangsa”.
Wahai Kaum Muslimin Dimanapun Anda Berada
Sungguh amanah yang Anda pikul sangat berat. Setiap kita dituntut untuk optimamkan usaha sesuai posisinya, baik da’ie, politikus, ulama, wartawan, mahasiswa, pengusaha, petani, dan lainnya.
Hendaklah setiap kita melihat kembali situasi sekitarnya. Hendaklah kembali ke agama yang benar. Mengembalikan nilai-nilai Islam sebagaimana Allah turunkan. Rambu-rambu kehidupan yang komprehensif. Bukan hanya akidah, ibadah, dan muamalat saja, akan tetapi seluruh sisi kehidupan manusia. Maka terapkanlah ajaran Islam secara kaffah.
Wahai sekalian manusia... berimanlah kepada Allah, Rasul-Nya, kitab-kitab-Nya dan Hari Akhir. Perbaikilah hubungan sesama manusia. Wahai sekalian anak-anak, perbaikilah hubungan dengan orang tua, keluarga, dan kerabat dekat. Kerana sesungguhnya memperbaiki hubungan sesama manusia adalah ibadah yang agung dan sangat mulia.
Tunaikanlah amanah-amanah secara adil...
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat". (QS. An-Nisa': 58).
Bersungguh-sungguhlah dalam kerja kalian. Rasulullah bersabda,)
"Sesungguhnya Allah mencintai seseorang hamba yang bersungguh-sungguh dalam berkerja.”
Islam tidak hanya memperbaiki umat Islam saja, akan tetapi juga menyelamatkan kemanusiaan secara utuh.
Wahai hamba-hamba Allah, renungkanlah firmah-Nya,
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. Al-Shad: 150)
Risalah dari Dr. Muhammad Mahdi Akif, Mursyid Am Ikhwanul Muslimin
10/12/2009 | 22 ZulHijjah 1430 H