Video

Risalah Dakwah Ikhwan 2

Friday, January 23, 2009

Umat Islam harus mengetahui bahawa beban dakwah ini hanya dapat dipikul oleh mereka yang telah memahami dan bersedia memberikan apa saja yang kelak dituntut olehnya; baik waktu, kesihatan, harta dan bahkan darah.

“Katakanlah, ‘Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, sanak keluargamu, harta yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu takuti kerugiannya, rumah-rumah kediaman yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan adzab-Nya. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang zhalim.” (At-Taubah:24)

Dakwah ini tidak mengenal sikap menumpang. Ia hanya mengenal satu sikap iaitu penglibatan yang serius dan menyeluruh. Siapa yang bersedia untuk itu, maka ia harus hidup bersama dakwah dan dakwah pun melebur dalam dirinya. Sebaliknya, barang siapa yang lemah dalam memikul beban ini, ia terhalang untuk mendapatkan pahala besar mujahid dan tertinggal bersama orang-orang yang tidak beramal. Lalu Allah akan mengganti mereka dengan generasi lain yang lebih baik dan sanggup memikul beban dakwah ini. Allah Taala berfirman tentang mereka,

“…yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah kurnia Allah yang ia berikan kepada siapa yang dikehendaki.” (Al-Maidah:54)

Kejelasan

Kami mengajak manusia kepada suatu ideologi, iaitu ideologi Islam. Ideologi yang jelas, definitif, dan aksiomatik. Sebuah ideologi yang mereka semua telah mengenalnya, beriman padanya, dan percaya akan kebenarannya. Mereka juga tahu bahawa ideologi itu merupakan jalan menuju pembebasan, kebahagiaan, dan ketenangan dalam kehidupan ini. Sebuah ideologi yang telah dibuktikan oleh pengalaman dan disaksikan oleh sejarah akan keabadian dan keterlibatannya dalam mengurus dan mensejahterakan kehidupan manusia.

Dua Iman

Pada dasarnya baik kami mahupun umat kami sama-sama beriman dan meyakini kebenaran ideologi itu. Yang membezakan kami dengan mereka adalah bahawa iman pada diri mereka itu tertidur lelap, dan kerananya tidak mempunyai daya dorong yang kuat yang dapat membuat mereka mahu melaksanakan segala tuntutan keimanan tersebut. Tapi sebaliknya, iman itu terasa begitu kuat, penuh dan jitu, dan senantiasa menggelora dalam jiwa Ikhwanul Muslimin.

Ada sebuah gejala psikologi aneh di kalangan orang-orang Timur –yang dirasakan orang ramai dan juga kita rasakan– bahawa kita sering menggambarkan keyakinan kita terhadap suatu ideologi kepada orang lain, dengan ekspresi yang kadang membuat mereka percaya bahawa dengan keyakinan itu kita mampu menghancurkan gunung, mengarungi lautan, dan melintasi seluruh mara bahaya yang menentang kita, sampai ideologi itu menang bersama kita dan kita menang bersamanya. Tetapi ketika gelora retorika itu mulai surut, tiba-tiba saja semua kita lupa dan lalai pada ideologi itu. Tidak seorang pun yang berfikir bagaimana merealisasikan ideologi itu dan berjihad membelanya, bahkan dengan selemah-lemahnya jihad sekalipun. Sedar atau tidak sedar, kelengahan dan kelalaian itu terkadang bahkan sampai mendorong sebahagian kita untuk melakukan tindakan yang memusuhi ideologi itu. Dalam banyak kesempatan kita sering di bawa perasaan bingung, melihat seorang tokoh pemikir atau budayawan, yang suatu saat dia bersikap atheis lalu tiba-tiba dia mampu menjadi seorang yang sangat agamis.

Inilah kelengahan, kealpaan, ketaksedaran, kerapuhan dan keterlelapan yang panjang –atau apa saja sebutan yang tepat yang mendorong kami untuk menghidupkan kembali ‘ideologi’ itu. Sekalipun sebenarnya umat ini telah lama mempercayai dan meyakininya.

Seruan-Seruan

Saya ingin kembali kepada awal pembicaraan. Saya ingin mengatakan bahawa dakwah Ikhwanul Muslimin adalah seruan kepada suatu ideologi. Kini, baik di Barat maupun di Timur, kita menyaksikan amukan badai dari berbagai ideologi, isme, dan aliran pemikiran yang saling berpacu untuk mempengaruhi fikiran dan perasaan khalayak. Dengan berbagai promosi dan seruan semangat–walaupun terkadang tampak gah dan berlebihan– mereka mendedahkan isme-isme yang diyakininya sedemikian rupa dalam suatu kemasan yang membuatnya tampak menarik dan penuh pesona.

Sang Penyeru

Para penyeru isme-isme sekarang berbeza dengan masa-masa sebelum ini. Mereka kini — khususnya di negara-negara Barat— tampil lebih intelek, lebih profesional, dan lebih terlatih. Kini setiap isme didukung oleh peringkat sumber daya manusia yang sangat terlatih dan setiap saat bekerja menyebarluaskan dan mempromosikan fahaman yang diyakininya. Setiap saat mereka berusaha menemukan berbagai sarana sosialisasi dan provokasi serta mencari kaedah paling efektif untuk mempengaruhi massa.

Jalan-jalan Untuk Menyeru

Jalan-jalan atau sarana-sarana propaganda saat ini pun berbeza dengan sebelumnya. Kelmarin, propaganda disebarkan melalui khutbah, pertemuan atau surat menyurat. Tapi sekarang seruan atau propaganda kepada isme-isme itu disebarkan melalui penerbitan majalah, akhbar, filem, panggung teater, radio dan media-media lain yang beragam. Sarana-sarana itu telah berhasil menembus semua jalan menuju akal dan hati khalayak, baik lelaki mahupun wanita, di rumah-rumah, di kedai-kedai buku, digedung-gedung membeli belah, bahkan di sawah-sawah mereka.

Maka adalah wajib bagi para pengembang misi dakwah ini untuk (juga) menguasai semua jalan/sarana tersebut agar dakwah mereka membuahkan hasil yang memuaskan.

Saya akan kembali mengatakan bahawa dunia kini sedang diharu-biru oleh pelbagai isme. Ada yang bernuansa politik, ekonomi, militer, nasionalisme, ada yang mengatasnamakan perdamaian, dan sebagainya. Lalu di manakah posisi Ikhwanul Muslimin dalam percaturan antara berbagai isme tersebut?

Jawaban terhadap pertanyaan itu akan membawa saya untuk membicarakan dua masalah.

Pertama, tentang kerangka positif normatif dakwah kami. Kedua, tentang sikap dakwah kami terhadap seruan dan propaganda dari isme-isme tersebut.

Saya berharap bahawa Anda tidak akan menyalahkan jika kata-kata saya nantinya mengalir panjang. Sebab saya telah berjanji kepada diri sendiri untuk menulis dengan cara seperti ketika saya berbicara dan membahas tema ini dengan gaya tersebut, dengan gaya pembahasan yang ringan dan tanpa beban. Dengannya saya hanya ingin agar orang dapat memahami saya sebagaimana saya adanya, dan agar ucapan saya masuk ke dalam jiwa mereka secara utuh, tidak terpotong-potong.

Sumber: Risalah Dakwah Ikhwan: Hasan Al Banna

0 comments:

 
Tarbiyah Pewaris © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum