Video

Bila Kemenangan Akan Muncul?

Tuesday, October 26, 2010 0 comments

Imam Hasan al Banna ada berkata, “Sesungguhnya keikhlasan adalah dasar sebuah keberhasilan dan sesungguhnya ditangan Allah-lah semua urusan. Sesungguhnya para pendahulu kalian yang mulia tidak mencapai kemenangan kecuali dengan kekuatan iman mereka, kesucian jiwa dan kebersihan diri, serta keikhlasan hati dan amal mereka dari ikatan apapun atau fikiran. Mereka menjadikan segala sesuatu sesuai dengan nilai-nilai keikhlasan tersebut, sehingga jiwa mereka menyatu dengan akidah, dan akidah mereka menyatu dengan jiwa-jiwa mereka. Merekalah sesungguhnya gagasan itu, dan gagasan itulah mereka. Jika kalian demikian maka fikirkanlah, sesungguhnya Allah mengilhamkan kepada kalian kecerdasan dan kebenaran, maka amalkanlah dan sesungguhnya Allah membantu kalian dengan kekuatan dan keberhasilan, namun jika diantara kalian ada yang mengidap penyakit hati, yang tujuan hidupnya berpenyakit, yang kehilangan harapan dan keinginan, yang memiliki luka masa lalu, maka keluarkanlah dia dari barisan kalian, kerana sesungguhnya ia adalah penghalang turunnya rahmat, yang terkurung tanpa ada taufik (petunjuk).”

Sesungguhnya Ikhwan, sebagaimana yang dibina oleh Hasan Al Banna dengan nilai-nilai Islam-, tidak mengkultuskan figur seseorang dan tidak menyembah mereka. Mereka mengetahui benar kadar para tokoh dan menempatkan mereka pada tempatnya secara wajar, dan selalu menjaga adab-adab Islam dan petunjuk Rasulullah Saw. dalam melakukan interaksi dengan para pemimpin dan imam mereka.
Imam Syahid Hasan Al Banna –semoga Allah meredhai mereka-, meyakini kebenaran jalan yang dilaluinya dan kebenaran manhaj, serta dengan pertolongan Allah –azza wajalla- terhadap dakwahya. Beliau melangkah waja menyerukan agama Allah, menyedarkan jutaan manusia dari kelalaian, dan ia diikuti oleh ramai lapisan masyarakat.

Beliau  pernah bertemu dengan seseorang yang bertanya kepadanya, “Apakah engkau akan melihat buah kemenangan dari usaha yang engkau lakukan? Imam Syahid menjawab dengan tenang dan penuh keyakinan, “Kemenangan itu tidak akan terlihat di generasiku dan digenerasimu, tapi akan tampak di generasi yang akan datang.”

Imam Syahid memberikan perincian yang jelas tentang tugas dan peranan seorang muslim serta persiapan yang harus dimiliki, ia mengatakan,

(“Tugas kita adalah memimpin dunia dan memberikan petunjuk kepada manusia seluruhnya kepada aturan Islam yang benar dan ajaran-ajarannya yang tiada ajaran lain yang dapat membahagiakan manusia selain ajaran-ajarannya.”

Dakwah kita adalah, keimanan yang mendalam, kuat dan yang paling abadi ..
• Kepada Allah, pertolongan dan kemenangan dari-Nya
• Kepada pemimpin Rasulullah Saw., kejujuran dan amanahnya
• Kepada manhaj, keistimewaan dan kelayakannya
• Kepada persaudaraan, kewajiban dan kesuciaannya
• Kepada balasan, kebesaran, dan kemuliaannya
• Kepada diri mereka sendiri .. mereka adalah sebuah jamaah yang diberikan kekuatan untuk menyelamatkan dunia seisinya.”)

Al Banna Dan Misi Dakwahnya

Monday, October 18, 2010 0 comments

Konsep dakwah yang dibawa oleh Imam Syahid Hasan Al Banna adalah konsep dakwah yang komprehensif dan universal, yang mencakup seluruh sudut pemahaman Islam dan mampu menjawab realiti kehidupan nyata.

Ia seperti terbitnya fajar pagi yang menyingkap tabir pekat yang menutupi kehidupan umat Islam, ia benar-benar adalah Pembaharu Islam abad 20.

Imam Syahid mampu memadukan pemahaman terhadap nilai-nilai Al Quran dan petunjuk Rasulullah Saw. secara benar dan menyeluruh dengan pembacaan dan perenungannya yang mendalam terhadap fakta-fakta sejarah dan sunah Allah dalam menempatkan sebuah kekuasaan atau kewujudannya di muka bumi, termasuk kemampuannya untuk melihat secara jelas dan saksama realiti kehidupan umat Islam, mengenalpasti penyakit umat dan mengetahui sarana penyembuhannya serta skala prioritinya.

Sebelum kedatangan Imam Syahid, sebenarnya telah banyak dilakukan usaha-usaha perbaikan dan reformasi di tubuh umat, namun usaha-usaha tersebut sering terhenti di tengah jalan dan berusia singkat. Kemungkinan diantara sebabnya terjadi sedemikian  adalah kerana belum ada yang membawa konsep pemahaman Islam yang benar menyeluruh, atau pemahaman yang mendalam terhadap realiti kehidupan, atau tidak menjaga sunnah (ketentuan) Allah dalam proses perkembangannya, atau kerana terjadinya penyimpangan seiring pergantian zaman, atau kerana perpindahan ke generasi berikutnya dan ia tidak mampu memikulnya, atau kerana reaksi-reaksi yang terbatas atau teori serta simbol-simbol hampa tanpa adanya bangunan dakwah kuat dan gerakan yang terus menerus.

Metod ilmu yang dibawa Imam Syahid sangat khas, metod tersebut mampu mengubah teori dan mimpi-mimpi menjadi kenyataan yang realiti, hal ini kemudian dikuatkan dengan kemampuannya dalam mengorganisasi dan mengatur secara baik, yang membuatnya mampu –dengan izin Allah- memimpin dan mendirikan sebuah jamaah yang membawa panji-panji Islam, dengan asas yang kuat yang tidak mudah hilang dan dihancurkan.

Bangunan yang kuat dan berkesinambungan ini menunjukkan sebahagian dari mahakarya Imam Syahid Hasan Al Banna. Suatu hari ia pernah ditanyakan suatu hal, “Mengapa anda tidak menulis ilmu yang luar biasa ini dan melahirkan buku-buku? Beliau menjawab, “Sesungguhnya aku membina dan menciptakan para pejuang yang membawa kebenaran.”

Imam Syahid Hasan Al Banna adalah orang pertama yang menyedari situasii realiti kehidupan umat, ia mengetahui kadar kerosakan yang melanda masyarakat, serta kadar keterbelakangan yang diderita umat. Kerosakan umat tidak hanya terbatas pada runtuhnya kekhalifahan dan sirnanya kesatuan umat, permasalahannya tidak hanya terbatas pada penjajahan ketenteraan  asing terhadap negeri-negeri muslim, atau terbatas pada kemunduran teknologi di segala bidang. Untuk pertama kalinya keadaan keterbelakangan umat telah sampai pada titik kritikal yang sangat membahayakan. Umat dan asas tiangnya telah berada jauh di luar kawasan keberadaannya. Permasalahannya telah sampai pada titik-titik penting dan dasar asas berdirinya sebuah masyarakat dan negara.

Permasalahan di tubuh umat tidak akan mampu dihilangkan dengan perbaikan sebahagian sahaja, atau penambahbaikan pada beberapa sisinya saja, atau hanya dengan melakukan reformasi di sebahagian bidang-bidangnya dan dengan menggunakan suntikan-suntikan penenang; permasalahan umat jauh lebih dalam dari semua ini. Keadaan umat telah sampai kepada lubang pertama dalam proses pembinaan dan pembelaannya, negara Islam telah sirna sama sekali, kekuasaannya yang hakiki telah hilang untuk pertama kalinya sejak pendirian negara Islam di Madinah. Oleh kerana itu projek kebangkitan dan rekonstruksi harus dimulai sesuai dengan langkah-langkah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. 

Bermula dengan pembinaan peribadi muslim secara tersusun, lalu pembinaan keluarga, pembinaan komuniti muslim hingga pembinaan sebuah masyarakat, sampai akhirnya tiba pada fasa penetapan kewujudan dan pendirian sebuah negara dan terus berlanjut hingga memimpin dunia seisinya.
Pengetahuan Imam Syahid terhadap keadaan realiti umat yang begitu mendalam, jelas dan terperinci, membuatnya mampu –dengan izin Allah- menciptakan sebuah konsep praktis dengan beberapa fasa dan dengan tujuan dan target yang saling berkaitan, serta mengacu kepada langkah-langkah yang ditempuh Rasulullah Saw. ketika memulai dakwah Islam yang pertama dan asas negara yang menjadi model dan panutan.

Imam Syahid memiliki kecekapan politik dan kebijakan yang luar biasa dalam menghadapi krisis dan perancangan jahat, oleh kerana itu tidak ada jalan lain bagi para penyeru kebatilan selain membunuh dan melenyapkannya. Mereka lupa bahawa dakwah yang dipimpinnya akan terus berlanjutan, dan sesungguhnya itu adalah dakwah Allah yang akan terus maju dan mendapat kemenangan dengan izin Allah.

Beliau (Imam Syahid) –semoga Allah meredhainya-, sangat memelihara salafiyah dakwah, dengan mengikuti sunnah dan tidak membuat bid’ah, dengan pemahaman yang benar mendalam terhadap Islam dan sunnah Rasulullah Saw.
 
Ia berkali-kali mengulang dan menegaskan hal ini di dalam risalahnya, ia menulis dalam risalahnya ‘Ila Ayyi Syai-in Nad’u an Nâs’ dengan mengatakan, 

“Wahai kaum, sesungguhnya kami berdakwah kepada kalian dengan Al Quran di tangan kanan dan Sunnah di tangan kiri, dan perbuatan para Salaful Ummah dari umat ini merupakan sumber kekuatan kami, kami mengajak kalian kepada Islam, nilai-nilai Islam, hukum dan petunjuk Islam.”

Dan diantara perkara yang sangat dijaga oleh Imam Syahid Hasan Al Banna dalam membangun jama’ah dan membentuk profil seorang al akh muslim adalah melaksanakan rukun Tajarrud (menyucikan diri) dan tidak bergantung kepada figur dan organisasi, namun seharusnya ikatan seorang al akh yang hakiki dan loyaliti tertingginya hanya kepada Allah -azza wajalla-.

Ketika Imam Syahid menghadiri sebuah acara besar, salah seorang peserta yang hadir berdiri menyambutnya dan mengalukan-alukan beliau –hal ini sebagaimana dilakukan kepada setiap pembesar dan pemimpin politik – namun Hasan Al Banna menolak perlakuan tersebut dan tidak mendiamkannya, ia berkata,
 
“Sesungguhnya hari dimana diserukan nama Hasan Al Banna tidak akan pernah terjadi, seharusnya seruan kita adalah, “Allah ghayatuna (Allah tujuan kami), Al Rasul Dza’imuna (Rasulullah pemimpin kami), Al Quran Dusturuna (Al Quran pedoman kami), Al Jihad Sabiluna (Jihad adalah jalan juang kami), Al Maut fi Sabilillah asma amanina (Mati di jalan Allah adalah Cita-cita kami tertinggi), Allah Maha Besar dan pujian kesempurnaan hanya milik Allah.

Beliau juga menegaskan di dalam risalah ta’lim, 

“Setiap orang diambil dan ditolak perkataannya, kecuali al Ma’shum Rasulllah Saw., dan setiap yang datang dari salaful Ummah –semoga Allah meredhai mereka-, yang sesuai dengan kitabullah dan sunnah Rasulullah, maka kami akan menerimanya.”

Sesungguhnya sosok Imam Syahid merupakan contoh dalam hal ini. Sebahagian Ikhwan mendebat dan memberikan tanggapan terhadap idea dan pemikiran-pemikirannya, sebahagian yang lain berbeza atau bahkan menegurnya.

Oleh: Ir. Muhammad Khairat Syatir

Pengertian Manhajiah Tarbiyah Dakwiah.

Monday, October 4, 2010 0 comments

Ketika usia dan semangat masih muda dan sempurna, aku menghimpunkan beberapa saudaraku di kalangan duat di Universiti Baghdad, tidak sampai dua puluh orang, setiap dua minggu sekali. Kami berkumpul untuk bangun qiamullail, membaca al-Quran, bersama penyampaian dakwah serta peringatan yang sesuai. Oleh kerana pengawasan keselamatan pada masa itu yang ketat, maka kami menghindari masjid yang besar dan indah untuk ke sebuah masjid lama dan bersejarah, luas melintang dindingnya, rendang tiang dan kubahnya, usang permaidaninya, sempit laluannya, bernama Masjid Husain Basya, seorang gabenor Khilafah Uthmaniah yang membina masjid tersebut lebih kurang empat ratus tahun dahulu. Kelihatan fizikalnya tidak dipelihara dengan baik pada masa itu, maka serpihan dinding dan kerosakan boleh ditemui di sana sini.

Bagaimanapun, ratusan pengunjung yang berulang-alik bergilir-gilir menghadiri solat di situ seolah-olah sepakat bahawa tiada di sana tempat yang lebih terserlah keberkatan rabbani selain di persekitaran masjid antik itu. Seseorang yang duduk di bawah kubah dan berada di celah dinding-dinding tua masjid itu akan merasai satu perasaan kerohanian yang mendalam, sehingga menggandakan lagi situasi ketundukan hati kesan dari bacaan ayat al-Quran dan solat tahajjud.

Dan apabila tiba waktu azan: Bangkitlah Haji Ahmad rahimahullah untuk melaungkan azan. Beliau merupakan lelaki yang terpilih di Kg Haidar Khanah, kampung terletaknya masjid antik itu. Seorang yang berada, tetapi lebih suka tinggal di sebuah bilik di masjid itu. Di depan biliknya itu terdapat sebuah laman yang luas. Ikhwanku sepakat bahawa tiada azan yang lebih merdu dan indah selain azan yang dilaungkannya. Adil as-Syuwaikh berkata: “Berbaloi duduk di masjid itu untuk mendengar azannya”. Aku bersetuju dengan pendapat Adil, rahimahullah. Sehingga sekarang, ketika usiaku sudah mencecah enam puluh empat tahun, aku masih tidak menjumpai keindahan alunan azan yang menyamai alunan azannya. Dan kesan azannya ke atas hati para duat menyamai kesan tahajjud dan tilawah al-Quran yang mereka bawa pulang.

Penafsiran terhadap dua fenomena tadi pada pendapat aku –wallahu a’lam-, : Bahawa masjid yang antik itu telah dibina oleh tuannya dengan niat yang ikhlas. Kemudian datanglah pula generasi demi generasi mukminin yang soleh untuk solat dan berdoa di situ. Oleh sebab itu, Allah Taala telah melimpahkan keberkatan-Nya sehingga membezakannya daripada masjid yang lain. Seterusnya muazzin itu pula bukan seorang yang mengambil upah atas azannya itu. Beliau seorang yang ikhlas dan suka melakukan kebaikan. Oleh yang demikian, maka Allah Taala kurniakannya dengan suara yang lunak dan berupaya meninggalkan kesan.

Aku bawakan kisah ini sebagai satu pendahuluan kepada dua pengertian yang penting, yang mesti dipertegaskan ketika kita mahu membicarakan tentang Manhajiah Tarbiyah Dakwiah.

Pengertian yang pertama: Sesungguhnya keikhlasan, kesempurnaan tajarrud, tindak balas mendalam terhadap isu, bebas daripada ganjaran dunia, kesemuanya itu merupakan faktor-faktor utama yang menguatkan kesan kalam pendakwah ke atas ikhwannya dan orang ramai secara umum. Semakin beliau menjiwai dan menyebatikan dirinya dengan topik bicaranya, semakin kuat kesan kalamnya ke dalam hati para pendengar. Walaupun beliau bukan seorang yang fasih. Walaupun beliau mungkin mengulangi ayat-ayat bicara yang mungkin sudah biasa didengar dan dihafal oleh orang sebelum ini. Berulangnya kumandang azan lima kali sehari dari beberapa buah masjid selama berpuluh-puluh tahun disambut oleh kehadiran biasa orang-orang beriman, dan kadang-kadang disambut secara dingin, tiada yang memerhatikan pengertian besar di sebalik kalimat-kalimat azan itu kecuali sebilangan kecil orang yang hatinya makmur dengan keimanan dan fikh. Akan tetapi, keikhlasan Haji Ahmad dan akhlaknya yang baik, telah menjadikan kalimat-kalimat azannya sebagai satu pelajaran yang sempurna, satu penyampaian bagi pelajar-pelajar Universiti yang hidup dalam zaman sukar dan dipenuhi dengan pelbagai kekeliruan dan campur baur.

Manhajiah Tarbiyah Dakwiah perlu peka terhadap sasaran fenomena pertama ini. Ia perlu berusaha mengekalkan pengajaran ikhlas dan seumpamanya pada kedudukan pertama di tangga pendakian, sebagai objektif yang kekal dan sentiasa mengiringi setiap marhalah dan perincian Manhaj Tarbiyah Dakwiah. Ini agar kalam dakwah mendapat keberkatan, walau seringkas mana sekalipun ia, tanpa hiasan sastera yang indah, walau setegar mana sekalipun ia, tanpa sebarang pembaharuan.

Pengertian yang kedua: Sesungguhnya dakwah yang lama dan utuh, yang telah digilir pikul oleh beberapa generasi duat … sesungguhnya dakwah yang demikian telah Allah Taala bina baginya satu entiti moral dan nilai sentimental yang kuat kesannya di hati pendakwah dan manusia. Terdapat padanya keberkatan, sehingga menjadikan yang sedikit itu banyak, yang rendah itu tinggi, yang sempit itu luas, yang kaku membatu itu bercakap, seperti Masjid Husain Basya itu. Manhaj Tarbiyah Dakwiah ini tidak akan mendapat peluang untuk memberi kesan yang kuat jika dilaksanakan dalam bangunan yang baru dibina, baru diberi nama, baru dari segi pendukung, norma dan pengalaman. Sebaliknya, perlaksanaan manhaj yang lengkap ini mesti bertitik tolak daripada binaan dakwah yang mendalam akar umbinya, yang diwarisi secara menghadap oleh generasi sebelum ini daripada generasi terdahulu, sehingga sempurnalah tunjuk ajar, pemikulan amanah, beban dan kefahaman, dalam proses pewarisan secara tenang dan teratur, tanpa campurtangan penghakiman hakim, atau hingar perbalahan para waris. Begitulah berlakunya kesinambungan dan perhubungan sanad dan nasab. Sesiapa sahaja di kalangan pendakwah baru, yang mahu melangkaui pengertian ini, lalu menganggap bahawa pembaharuan perencanaan menuntut entiti baru yang berasingan, maka beliau sebenarnya telah jauh melayani ketidakpastiannya. Ini kerana beliau tidak menemui sentuhan keberkatan dalam entitinya yang baru, yang kehilangan nafas harum generasi demi generasi sebelum ini.

Syeikh Muhammad Ahmad Ar Rasyid

Deepest Condolences: Ustaz Dahlan Mohd Zain

Friday, October 1, 2010 0 comments

Dato’ Kaya Bakti Dahlan @ Dahaman Mohd Zain, ,founder and Principle of Maahad at-Tarbiyah Islamiyah (MATRI) passed away on 8 September 2010.  The deceased, more commonly known as Ustaz Dahlan, passed away at 9:55 am at his home in Kg Kerisik shortly after being brought home from Cardiac Care Unit (CCU) Hospital Tengku Fauziah.  He had been in a coma for 41 days in the CCU.


While waiting for the deceased body to arrive, before Asar, Al-fadhil Ustaz Omar Haji Salleh, Vice Principle MATRI and also Vice-Chairman of MATRI’s Board of Directors of took the chance to thank everyone who had come from far and near to give their last respects to Ustaz Dahlan.

 

The funeral prayer (Solat jenazah) is done in MATRI’s surau after Asar, and the deceased is buried in Tanah Perkuburan Islam Kampung Tunjung, not far from MATRI.

Almarhum Ustaz Dahlan made huge contributions, especially in the field of education and the progress of dakwah in Malaysia.  He contributed ideas, efforts and his whole life in processing individuals to become human capitals, according to Islam.  Apart from that, the deceased encouraged and trained members of various NGOs who are active in education, dakwah and community service including organization such as HALUAN.  His efforts and contributions in more than four decades have many positive impacts on the development of education and the spread of Islamic understanding in Malaysia.  May all his efforts be counted as good deeds by Allah SWT.

 

The deceased left a widow and four sons and daughters, along with many students all over the country.

www.haluan.org.my

 
Tarbiyah Pewaris © 2011 | Designed by RumahDijual, in collaboration with Online Casino, Uncharted 3 and MW3 Forum